Tanjungpinang – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kepulauan Riau (Kepri) mengabaikan hasil seleksi Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang dilaksanakan semasa Isdianto memimpin wilayah itu.
Berdasarkan data yang diterima Antara, di Tanjungpinang, Sabtu, hasil seleksi terhadap dua dari 16 OPD diabaikan Pemprov Kepri yang sejak 25 Februari dipimpin Ansar Ahmad-Marlin Agustina.
Dua OPD itu yakni Dinas Kelautan dan Perikanan, serta Biro Humas, Protokol dan Penghubung Kepri. Hasil seleksi yang dilakukan Tim Panitia Seleksi di era Gubernur Isdianto, yang dipimpin Sekda Kepri Tengku Said Arif Fadillah kala itu tidak dilanjutkan secara keseluruhan.
Dari 16 OPD, hanya 14 OPD yang dilanjutkan hingga pelantikan kepala dinasnya berdasarkan hasil seleksi yang
dilakukan tahun 2020. Satu dari dua OPD itu yakni Dinas Kelautan dan Perikanan Kepri baru beberapa pekan lalu dipimpin oleh Tengku Said Arif Fadillah.
Sementara Biro Humas dan Protokol Kepri dipimpin oleh Hasan sebagai pelaksana tugas. Hasan sebelumnya menjabat sebagai mantan Kabag Perbatasan Pemkab Bintan.
Surat Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Nomor : B-2124/KASN/07/2020, Hasil seleksi terhadap calon Kepala DKP Kepri yakni Masykur, Robert Lukman, dan Sardison.
Sementara calon Kepala Biro Humas dan Protokol Kepri Iskandar Zulkarnaen Nasution, Junaidi dan Zulkifli.
Sardison saat ini masih menjabat sebagai Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Pencatatan Sipil. Sedangkan Masykur sebagai Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Kepulauan Anambas.
Sedangkan Junaidi saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas Perhubungan Kepri, Zulkifli sebagai Sekretaris Dinas
Pariwisata Kepri, dan Iskandar Zulkarnaen masih sebagai pejabat eselon III di Dinas Komunikasi dan Informasi Kepri.
Pada 19 Agustus 2021, Pemprov Kepri melalui panitia seleksi yang dipimpin oleh Hamdani kembali membuka penyeleksian Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama untuk enam OPD, satu di antaranya adalah Biro Humas dan Protokol.
Iskandar Zulkarnaen Nasution yang dikonfirmasi terkait permasalahan itu merasa kecewa. Kekecewaan itu disebabkan sampai sekarang dia tidak mengetahui akhir dari keikutsertaannya dalam “open bidding”.
Padahal energi yang dikeluarkan oleh peserta cukup besar, bukan hanya dari materi untuk biaya kesehatan dan tes asesment, melainkan juga waktu dan pikiran dalam membuat makalah.
Ia menegaskan sama sekali tidak menolak kebijakan kepala daerah dalam melakukan penyeleksian ulang, melainkan mengingatkan agar penyeleksian jabatan pimpinan tinggi pratama sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga wajib ditaati dan disampaikan secara terbuka.
“Jika hasil seleksi tersebut dibatalkan, maka harus disampaikan kepada publik. Ini sampai sekarang saya tidak mengetahui ujung dari penyeleksian ini,” katanya.
Hasil seleksi tahun 2020, yang tidak dilanjutkan potensial menjadi preseden buruk dalam penyelenggaraan pemerintahan, terutama terhadap ASN yang meniti karier.
Karier ASN itu sampai masa pensiun, berbeda dengan kepala daerah yang masa kepemimpinannya maksimal 10 tahun sehingga seharusnya karier ASN bergantung pada kemampuan, loyalitas terhadap pimpinan dan mampu bekerja secara profesional, bukan bergantung pada “musim kepemimpinan”.
“Kami ini harus netral, tidak dapat ikut-ikutan dalam politik praktis pada pilkada. Sebagai ASN, tentu kami harus loyal terhadap pimpinan, dan melaksanakan tugas secara maksimal sesuai ketentuan yang berlaku,” tegasnya.