Jakarta – Pihak Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia menyatakan, sejauh ini pemerintah belum pernah melaksanakan sensus kapal nelayan.
Sebab, hingga saat ini masih banyak kapal-kapal nelayan yang belum terdaftar oleh pemerintah.
Koordinator DFW Indonesia, Moh Abdi Suhufan menyatakan, bahwa masih banyak kapal berukuran kecil milik nelayan yang belum terdaftar oleh pemerintah.
Sehingga, menurut dia, akan menjadi tantangan dalam menerapkan kebijakan penangkapan terukur.
“Sejauh ini pemerintah belum pernah melakukan kegiatan sensus kapal ikan. Sehingga jumlah kapal yang teregistrasi diperkirakan jauh dari angka yang sebenarnya,” kata Abdi di Jakarta, Minggu.
Mengantisipasi penangkapan ikan berlebih atau overfishing, pihaknya mendukung pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk melakukan registrasi kapal ikan melalui kegiatan pengukuran dan penerbitan pas kecil.
Ia mengingatkan, bahwa bila sensus penduduk dengan 270 juta jiwa berhasil dilakukan, maka hal serupa dapat dilakukan untuk memastikan jumlah kapal ikan dari berbagai ukuran yang diperkirakan jumlahnya kurang dari 700 ribu di Tanah Air.
Baca juga: Sampan Terbalik Dihantam Ombak, Nelayan di Karimun Hilang
“Mestinya (sensus kapal nelayan atau pelaku usaha perikanan) menjadi prioritas pemerintah saat ini,” tambah Abdi.
Menurut dia, registrasi kapal ikan merupakan titik masuk untuk penelusuran hasil tangkapan tuna jika Indonesia ingin mengikuti sertifikasi produk oleh sejumlah lembaga internasional.
Abdi menuturkan, apalagi saat ini kegiatan penangkapan tuna oleh nelayan kecil kini makin berkembang.
Bersamaan pula dengan rencana pemerintah, melalui KKP dalam menerapkan kebijakan penangkapan terukur mulai 2022 ini.
“Sejalan dengan upaya pemerintah untuk melindungi kegiatan penangkapan ikan skala kecil, saat ini pemerintah telah mencanangkan perikanan terukur. Salah satu tantangan perikanan terukur adalah, masih banyak perahu atau kapal penangkapan ikan ukuran kecil yang belum memiliki pas kecil dan Tanda Daftar Kapal Perikanan atau TDKP,” paparnya.
DFW Indonesia, ujar dia, bekerja sama dengan Burung Indonesia telah memfasilitasi pengukuran dan penerbitan pas kecil bagi nelayan penangkap tuna di kabupaten Buton.
Koordinator Program Wabula, DFW Indonesia, Nasruddin mengatakan, pengukuran kapal dan penerbitan pas kecil ini diperuntukan bagi nelayan kecil pada beberapa desa di kabupaten Buton.
Kegiatan yang menyasar nelayan penangkap tuna dengan armada di bawah 5 GT ini, berhasil mengukur 86 perahu nelayan tuna dan dilaksanakan selama 2 hari yaitu tanggal 8-9 Januari 2022 berlokasi di desa Holimbobo Jaya, Wabula, Wasuembda dan Tolando, kabupaten Buton.
“Kegiatan ini merupakan bentuk sinergi berbagai pihak dalam perlindungan nelayan. Kegiatan ini juga merupakan implementasi dari kerjasama antara Kementerian Perhubungan dan Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta DFW Indonesia dalam mendukung perlindungan nelayan kecil,” kata Zulhamran.
Sebelumnya terkait kebijakan penangkapan terukur, KKP telah memperkenalkan sistem kontrak dalam penerapan kebijakan penangkapan terukur, sekaligus menjaring masukan dari beragam pelaku usaha sektor kelautan dan perikanan domestik.
“Penarikan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dengan sistem kontrak ini merupakan hal baru yang juga sejalan dengan kebijakan ekonomi biru untuk menyeimbangkan ekonomi dan ekologi,” kata Dirjen Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini dalam konsultasi publik yang digelar secara daring dari Kantor KKP di Jakarta, Kamis (30/12/2021).
Zaini menjelaskan, sistem kontrak yang dimaksud adalah bentuk kerja sama antara pemerintah dengan mitra dalam pemanfaatan sumber daya ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI).
Sedangkan mitra kerja sama tersebut, lanjutnya, adalah berupa entitas usaha berbadan hukum yaitu koperasi dan perseroan terbatas.
Zaini mengatakan sistem kontrak ini juga dapat mendorong pertumbuhan dan pemerataan ekonomi.
Dia berharap industri perikanan dapat tumbuh di seluruh wilayah Indonesia, dengan potensi perikanan yang besar dari Aceh hingga Papua.