BINTAN – Ketua LSM Kodat86 Cak Ta’in Komari SS mengungkapkan sebuah temuan anggaran pengadaan obat esensial di Dinas Kesehatan (Dinkes) Bintan, Kepulauan Riau, senilai Rp5.745.718.374 diragukan realisasinya.
Anggaran itu terbagi dalam dua MAP yakni dengan kode PUR 36075301 senilai Rp2.081.047.668, untuk pengadaan obat esensial primer bersumber dari DAK dan kode PUR 36075327 senilai Rp3.664.660.606 untuk pengadaan obat esensial pelayanan kesehatan primer.
Menurut Cak Ta’in, dua pos mata anggaran dengan spesifikasi pekerjaan sama tentu menimbulkan tanda tanya. Belum lagi bicara soal subtansi orientasi anggaran itu urgent atau tidak bagi masyarakat.
“Urgensi pengadaan sampai dengan dua pos anggaran itu apa? Apakah obat itu memang benar-benar dibutukan masyarakat sehingga perlu dianggarkan sebesar itu,” kata Cak Ta’in di Batam Center dalam keterangan tertulisnya diterima, Kamis (22/12).
Cak Ta’in menjelaskan, obat esensial itu adalah obat yang paling banyak dibutuhkan untuk pelaksanaan pelayanan kesehatan masyarakat banyak, meliputi diagnosa, profilaksi terapi dan rehabilitasi, misalkan di Indonesia obat TBC, antibiotik,
dan berbagai macam obat cacing dan inveksi cacingan.
“Pertanyaan apakah terjadi wabah cacingan di Bintan sehingga perlu obat cacing sebanyak itu? Kan tidak ada,” ujarnya.
Penduduk Bintan sampai pertengahan tahun 2021 berjumlah 165.920 jiwa. Dari cek harga obat cacing merk Combantrin di pasar cuma Rp. 22.000 isi 10 peaces. Jika diakumulasi harga Rp. 30.000 perpack dan seluruh jiwa penduduk mendapatkan obat tersebut.
“Apakah benar semua masyarakat Bintan menerima obat esensial tersebut? Bukannya masyarakat lebih perlu daging ayam atau sapi dibanding obat cacing?” jelas Cak Ta’in.
Baca juga: LSM Batam Laporkan Gubernur Kepri ke KPK Terkait DJPL
Sementara itu, Kepala Dinkes Bintan, dr Gama AF Isnaeni menjelaskan, dari anggaran Rp5,7 miliar untuk obat sebagian belanja obat cacing sesuai kebutuhan di Puskesmas.
Belanja obat cacing, yaitu pirantel pamoat sirop sebanyak 1.000 botol dengan nilai belanja Rp10.900.000 atau 0,2 persen dari pagu anggaran belanja total.
Hanya saja, ia enggan menyebutkan nilai pagu anggaran tersebut saat ditanya awak media ini. Dan, dirinya juga enggan membeberkan kasus penderita cacingan yang terjadi di Bintan.
“Prefalensi tinggal dikalikan 2,5 persen-62 persen dari jumlah penduduknya. Ya, kalau penduduknya 160 ribu kali 2,5 persen saja sekitaran 4.000,” sebut dia. (*)