Lakon Rezim di Tanah Rempang: Dugaan Intimidasi, Kriminalisasi, dan Pelanggaran HAM (Bagian-II)

Ribuan warga dari Kesultanan Riau-Lingga dan Bintan sat berunjuk rasa mendukung warga Rempang yang menolak relokasi terkait rencana investasi pembangunan di depan kantor BP Batam, Rabu (23/08). (Foto:Muhammad Chairuddin/Ulasan.co)

BATAM – Sejak isu relokasi mencuat di Tanah Rempang, ribuan warga Rempang Cate dan Sembulang merasakan suasana yang berbeda dan jauh dari rasa tenteram.

Seandainya Kampung Tua di Tanah Rempang benar-benar musnah digilas oleh investasi pembangunan, apakah pemerintah menganggap relokasi itu bentuk memenuhi hak-hak masyarakat.

Kini relokasi yang disolusikan sangat sudah mengganggu ketenangan masyarakat Rempang Cate dan Sembulang, dan siapa yang tahu tidur mereka tidak nyenyak. Mereka marah, dan merasa cemas karena memikirkan kampungnya, yang sedari kecil mereka huni akan hilang dengan sekejap tergusur tembok yang bernama investasi.

Dugaan upaya intimidasi, kriminaliasi, hingga pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) pun terjadi, dan semakin menambah kebimbangan masyarakat Rempang Cate dan Sembulang.

Terlebih lagi tokoh masyarakat setempat, yang vokalnya lantang menyurakan penolakan relokasi sebagai dampak investasi dari PT Mega Elok Graha (MEG) dan Xinyi Group asal Cina itu

Penelusuran dan sejumlah konfirmasi dilakukan Ulasan.co, maka diperoleh berbagai informasi perihal dugaan adanya intimidasi, kriminalisasi, hingga pelanggaran HAM terhadap masyarakat Rempang Cate dan Sembulang.

Berkali-kali Diperiksa

Ketua Kekerabatan Masyarakat Adat Tempatan (Keramat), Gerisman Ahmad (tengah) saat akan menyatakan penolakan penggusuran kampung-kampung tua di Rempang saat sosialisasi pengembangan investasi Rempang. (Foto:Muhammad Ishlahuddin/Ulasan.co)

Satu tokoh vokal itu ialah Ketua Kekerabatan Masyarakat Adat Tempatan (Keramat), Gerisman Ahmad. Pria berusia 64 tahun itu sibuk bolak-balik memenuhi panggilan Polda Kepri atas sejumlah laporan dugaan tindak pidana.

Baik di Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum), maupun oleh pihak Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) jajaran Polda Kepri.

Kamis (10/08) pagi, Gerisman melangkahkan kaki kesekian kali ke Mapolda Kepri, dalam rangka memenuhi panggilan guna menjalani pemeriksaan saksi yang menyeret namanya.

“Banyak yang barengan sama saya. Di waktu (pemanggilan) pertama kali,” kata Gerisman Ahmad, Kamis (10/08).

Namun, sejak awal pihak kepolisian tidak mengungkapkan pihak yang melapor atau mengadukannya hingga berujung pemanggilan itu.

Namun yang jelas, pemeriksaan itu atas dugaan penyerobotan lahan BP Batam. Tudingannya, warga menyerobot Hak Pengelolaan Lahan (HPL) milik BP Batam.

Kemudian ada juga tudingan dugaan perusakan lingkungan, pelanggaran pengolahan pulau dan pesisir, serta sejumlah aturan mengenai lingkungan lainnya.

Gerisman pun menegaskan, para warga tidak melakukan berbagai hal yang dituduhkan kepada mereka. Terutama perihal penyerobotan lahan HPL BP Batam.

“Sebelum ada Otorita Batam, BP Batam bahkan Kota Batam. Kampung kami ini sudah ada. Sebelum merdeka saja sudah ada,” kata Gerisman.

“Di seluruh dunia, kalau orang mau bangun rumah pasti hutannya dikorbankan. Tidak ada orang bangun kantor di atas hutan,” tambah Gerisman.

Selama ini, lanjut Gerisman, warga berkomitmen mendukung pembangunan dan investasi yang akan masuk ke Pulau Rempang Galang.

Tetapi, warga meminta agar kampung mereka tak direlokasi. Pembangunan dapat dilakukan di lahan lainnya.

Dijemput Paksa

Hampir sepekan berlalu, tepatnya Ahad (13/08) pagi di hari kedatangan Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia ke Tanah Rempang, Galang, Kota Batam.

Beberapa anggota kepolisian lengkap, dengan tiga unit mobil Kendaraan Taktis (Rantis) mendatangi rumah Gerisman Ahmad di kawasan Pantai Melayu, Rempang Cate, Kecamatan Galang.

Menurut Gerisman, para polisi itu merupakan anggota Ditreskrimum Polda Kepri yang ingin membawanya ke Mapolda Kepri untuk kembali menjalani pemeriksaan.

Upaya penjemputan paksa Gerisman itu, sontak mendapat penolakan dari warga sekitar.

Terlebih, hari itu warga akan melaksanakan doa bersama terkait Rempang di lapangan sepak bola Muhammad Musa, Sembulang, Galang.

Suasana sosialisasi terkait pengembangan Rempang kepada warga Kelurahan Sembulang. (Foto:Muhamad Ishlahuddin/Ulasan.co)

“Saya sedang di rumah bersiap untuk ke Sembulang. Tapi tiba-tiba ada dua sampai tiga mobil datang, dan beberapa orang mengaku dari anggota polisi Polda Kepri,” kata Gerisman.

Ia pun meminta kepada para anggota kepolisian yang menjemputnya, agar memberi waktu untuk mengikuti kegiatan zikir terlebih dahulu.

“Saya bilang, saya zikir dulu di Sembulang, setelah itu baru kita bicara. Tetapi mereka paksa untuk tetap bawa saya, ini caranya tidak sopan. Macam saya pelaku kriminal saja, saya tidak mau,” ungkap Gerisman melawan.

Gerisman menuturkan, para aparat itu menyebut berbagai dugaan yang sebelumnya dituduhkan padanya. Mulai dari dugaan pungli di kawasan Pantai Melayu, perusakan kawasan pesisir, perusakan terumbu karang, dan perusakan hutan.

“Saya digiring merusak pesisir, merusak hutan, merusak terumbu karang, padahal ini kami jaga bersama,” kata dia.

“Kalau memang ini pungli silakan Polda Kepri keluarkan surat, tutup total pantai ini, dan kami warga Pantai Melayu akan berkemah di Polda Kepri,” lanjutnya.

Dugaan kriminaliasasi

Gencarnya perlakuan yang tidak menyenangkan diterima Gerisman dan warga lainnya, seketika menimbulkan berbagai spekulasi seprerti dugaan kriminaliasi dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).

YLBHI menilai, upaya penjemputan paksa dan pemanggilan tokoh vokal untuk penolak relokasi kampung tua tersebut sebagai upaya kriminalisasi.

Mereka menduga, dalih meminta keterangan oleh pihak kepolisian terkait beberapa kasus hanya akal-akalan saja.

“Ini jelas upaya kriminalisasi, modusnya ingin memuluskan proyek ini atau ingin intimidasi secara hukum agar masyarakat tidak lagi menolak proyek ini,” kata Edy Kurniawan, Staf Advokasi dan Jaringan YLBHI melalui sambungan telepon, Selasa (15/08).

Menurut Edy, hal ini biasa terjadi dalam kasus-kasus yang melibatkan warga dengan pihak perusahaan.

Edi pun dengan lantang mengatakan, bahwa dalam beberapa kasus, ia menilai banyak polisi berdiri di sisi perusahaan bukan melindungi warga negara.

YLBHI juga mendesak Kapolri, menindak tegas anggota-anggota Polda Kepri yang diduga melakukan pelanggaran etik dan disiplin dalam penegakan hukum.

“Kami akan mendesak Kapolda Kepri melalui surat, agar mengevaluasi kebijakan-kebijakan pengamanan terkait rencana pembangunan Rempang dan Galang. Khawatirnya, kebijakan pengamanan yang represif dan salah itu akan merugikan warga,” kata dia.

Dugaan Intimidasi

Seiring dengan berkembangnya dugaan kriminaliasi itu, berkembang pula dugaan intimidasi terhadap warga Rempang yang menolak adanya relokasi.

Hal itu tertuang dalam salah satu tuntutan Aliansi Pemuda Melayu, saat menggelar aksi di depan Kantor BP Batam, Rabu (23/08) kemarin.

Pada unjuk rasa yang diikuti oleh ribuan masyarakat Melayu itu, terdapat empat poin tuntutan. Keempat poin itu ialah sebagai berikut.

1. Menolak tegas relokasi 16 titik kampung tua yang ada di Rempang Galang.
2. Meminta pemerintah mengakui tanah adat dan memberikan legalitas resmi.
3. Hentikan intimidasi dan kriminalisasi kepada masyarakat Rempang-Galang yang menolak relokasi kampung tua.
4. Meminta Kepala BP Batam Muhammad Rudi meminta maaf kepada masyarakat melayu khususnya masyarakat Rempang.

“Kami minta hentikan intimidasi dan kriminalisasi kepada masyarakat Rempang-Galang yang menolak relokasi kampung tua,” tegas Mulyadi, koordinator aksi.

Dugaan Pelanggaran HAM

Selain dugaan kriminalisasi dan intimidasi, YLBHI juga khawatir adanya pelanggaran HAM atas penanganan penolakan itu.

Demi mengantisipasi terjadinya hal itu, YLBHI mendesak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komanas HAM) turut andil mengawal polemik tersebut.

“Kami sudah mendesak Komnas HAM untuk melakukan penyelidikan dan pemantauan, terkait adanya dugaan pelanggaran HAM maupun adanya potensi pelanggaran HAM,” kata Edy.

“Kami sedari awal mengingatkan Kapolda Kepri, agar hati-hati dalam mengawal proyek ini. Jangan sampai ada jatuh korban-korban pelanggaran HAM,” lanjutnya.

Bak gayung bersambut, Komnas HAM pun turut menyoroti kisruh itu. Komnas HAM meminta pihak-pihak terkait untuk tidak mengkriminalisasi warga Pulau Rempang, Kota Batam.

“Mendahulukan penyelesaian persoalan agraria, dengan mempertimbangkan kepentingan masyarakat daripada melakukan kriminalisasi,” kata Hari Kurniawan, Komisoner Pengaduan Komnas HAM kepada ulasan.co, Rabu (16/08).

Kemudian, Komnas HAM telah melayangkan surat Kepada Kepolisian Daerah (Daerah) Kepulauan Riau (Kepri), Pemerintah Provinsi Kepri, Badan Pengusahaan (BP) Batam, Pemerintah Kota dan Badan Pertanahan Kota Batam.

Surat tersebut perihal permintaan mediasi, dan klatifikasi dari masing-masing istansi tersebut, terkait polemik di Rempang, Kecamatan Galang.

“Surat tersebut dilayangkan Komnas HAM per Senin (14/08),” ujarnya.

Warga Pulau Rempang saat menghadang mobil BP Batam yang akan melakukan pengukuran lahan untuk investasi. (Foto:Bobi kepada Ulasan.co)

Kasus Gerisman Naik Penyidikan

Bergulirnya laporan atas nama Gerisman Ahmad di Mapolda Kepri terus berlanjut. Namun berdasarkan surat yang diterima Ulasan, justru Polresta Barelang yang memanggil Gerisman untuk menjalani pemeriksaan.

Surat dengan nomor S.Pgl/757/VIII/RES.1.24./2023/RESKRIM itu, Satreskrim Polresta Barelang memanggil Gerisman, atas dugaan tindak pidana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 73 ayat 1 huruf a Jo pasal 35 huruf a,b, c, dan d undang-undang nomor 27 tentang pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil.

“Bahwa untuk kepentingan pemeriksaan dalam rangka penydikan perkara Tindak Pidana, harus dilakukan tindakan hukum berupa pemanggilan terhadap seseorang, untuk didengar keteranganya sebagai saksi, maka perlu diterbitkan surat pemanggilan,” tertulis dalam surat itu.

Di surat tersebut, kepolisian meminta Gerisman hadir pada hari Senin (21/08).

Padahal pada pemeriksaan Kamis (10/08) lalu, Kabid Humas Polda Kepri, Kombes Pol. Zahwani Pandra Arsyad menjelaskan, pemanggilan itu hanya dalam rangka klarifikasi atas aduan dari masyarakat.

Oleh sebab itu, pihak kepolisian tengah melakukan pendalaman atas informasi tersebut.

“Saya konfirmasi melalui Dirkrimum, Dirkrimum menyatakan, bahwa adanya anduan (pelayanan pengaduan) dari masyarakat yang diterima Polri dan saat ini penyidik tengah melakukan pemeriksaan,” ujarnya.

Kendati demikian, ia tak menyebutkan secara perinci apakah pemeriksaan itu berkaitan dengan dugaan penyerobotan lahan, maupun beberapa hal lainnya yang disebut Gerisman.

Kombes Pol. Zahwani mengaku tak mengetahui pasti isi dari permasalahanny. Jelasnya, para penyidik tengah mendalami aduan dan klarifikasi itu agar pokok permasalahannya dapat diketahui secara terang.

“Memang betul dipanggil dalam rangka klarifikasi karena adanya penerimaan laporan pengaduan,” ucapnya.

Kata Polisi

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Kepri, Komisaris Besar Zahwani Pandra Arsyad menanggapi berbagai spekulasi yang muncul itu.

Ia pun membatah mengenai adanya upaya intimidasi, kriminalisasi, dan pelanggaran HAM oleh Polda Kepri terhadap tokoh masyarakat Rempang.

“Tidak ada kriminalisasi. Tugas Polri sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat serta penegakkan hukum dan problem solver sesuai UU No 2 tahun 2002 tentang Kepolisian,” kata Zahwani melalui pesan singkat Rabu (16/08) lalu.

Zahwani mengatakan, pemanggilan warga oleh penyidik dari Reserse kriminal Umum ataupun Kriminal Khusus saat ini dalam rangka undangan klarifikasi tentang bagai mana status yang ada di sana.

“Jadi di sini saya luruskan, bukan ada suatu intimidasi atau tujuan lainnya. Tapi undangan klrifikasi. Sudah sebagian warga yang menjelaskan,” kata dia, Jumat (19/08) di Mapolda Kepri.

Sementara itu, terkait adanya penjemputan paksa pekan lalu, ia berdalih bahwa hal itu sebagai standar operasional prosedur dalam pengamanan terbuka atau tertutup.

Menurutnya, hal itu harus mereka lakukan karena adanya kedatangan pejabat tiggi negara setingkat menteri.

“Kedaraan yang dipakai adalah kendaraan rantis, dalam hal ini kalau terjadi apa-apa bisa digunakan untuk escape, penyelamatan darurat,” kata dia.