IndexU-TV

AJI Tanjungpinang Ikuti Kongres XII AJI Indonesia di Palembang

AJI Tanjungpinang
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Tanjungpinang mengutus enam orang pengurus dan anggota mengikuti rangkaian kegiatan Kongres XII AJI Indonesia di Palembang, Sumatra Selatan. (Foto: Dok AJI Tanjungpinang)

PALEMBANG – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Tanjungpinang mengutus enam orang pengurus dan anggota mengikuti rangkaian kegiatan Kongres XII AJI Indonesia di Palembang, Sumatra Selatan.

Kongres XII AJI Indonesia di Palembang diawali dengan Fact Checking Summit (IFCS) dan Press Freedom Conference (PFC). Kongres ini akan berlangsung dari 3-5 Mei 2024 mendatang.

Ketua AJI Tanjungpinang, Jailani mengatakan, Kongres kali ini adalah kongres tatap muka pertama pascapandemi Covid-19.

AJI Tanjungpinang, kata Jailani memberikan, apresiasi kepada semua pihak, khususnya AJI Palembang yang sudah optimal sebagai host untuk menggelar agenda ini.

“Apalagi kegiatan pengantar kongres yang dibuat memberikan banyak pengetahuan baru seputar dua jurnalis dan media,” ujar Jailani di Palembang, Jumat 3 Mei 2024.

Jailani juga berharap, ke depan AJI Indonesia dapat mengembalikan Festival Media sebagai annual event AJI yang terhenti disebabkan pandemi Covid-19

“Kongres adalah arena untuk memilih Ketua dan Sekjen AJI. Tapi tanpa festival media, semangat organisasi dengan jargon independen ini, seperti kurang berwarna,” tambahnya.

Dalam kongres kali ini, AJI Indonesia turut menggelar konferensi Kebebasan Pers AJI, soal ancaman serius terhadap jurnalis peliput isu lingkungan yang berpotensi meningkat.

Konferensi ini bertepatan dengan Hari Kebebasan Pers Dunia yang diperingati setiap 3 Mei, konferensi tersebut menjadi bagian dari Kongres XII AJI yang berlangsung di Palembang, Sumatera Selatan pada 3-5 Mei 2024.

AJI mempertemukan jaringan organisasi jurnalis di Asia Tenggara yakni Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, Kamboja dan, Timor Leste untuk membahas hubungan antara krisis iklim, demokrasi dan kebebasan Pers.

Tujuannya untuk mempererat solidaritas di tengah kesamaan ancaman internal dan eksternal di masing-masing negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Serangan terhadap pers semakin masif dalam bentuk regulasi yang represif, kekerasan, dan penyensoran.

Ketua Panitia Kongres XII AJI, Mahdi Muhammad mengatakan tema “Menjaga Kebebasan Pers untuk Keadilan Iklim dan Demokrasi” dipilih karena perubahan iklim menjadi isu yang menarik perhatian publik.

Mahdi menyebutkan banyak konferensi iklim yang belum menghasilkan tindakan signifikan untuk mengurangi atau bahkan menghentikan pemanasan global.

Bumi semakin panas, permukaan air laut semakin tinggi, penggundulan hutan semakin parah, dan banjir di mana-mana. Persoalan tersebut berdampak pada kehidupan manusia.

Upaya mengurangi dampak perubahan iklim, misalnya dengan beralih ke kendaraan listrik tidak serta merta mengurangi permasalahan lingkungan.

Masalahnya, penambangan besar-besaran terjadi dan berdampak pada lingkungan dan masyarakat.

“Saat masyarakat adat menuntut haknya supaya lingkungannya tidak terganggu, mereka akan berhadapan dengan politisi, pengambil kebijakan, dan pebisnis,” kata Mahdi.

Jurnalis kemudian terjun ke lapangan untuk meliput dan melaporkannya. Harapannya, pemerintah memperhatikan keseimbangan antara pembangunan dan menjaga kelestarian lingkungan, tidak hanya kepentingan generasi saat ini, melainkan generasi mendatang. Jurnalis mengalami pelecehan, intimidasi, dan ancaman karena pemberitaan mereka dianggap meresahkan.

Baca juga: AJI Gelar IFCS di Palembang, Menakar Kepercayaan Publik pada Media

Ancaman tersebut tidak hanya sekadar ancaman verbal, tapi juga melalui berbagai peraturan dan ancaman pembunuhan.

Data Reporter Without Borders atau RSF hingga tahun 2020 menunjukkan terdapat 53 pelanggaran dan ancaman terhadap jurnalis yang meliput isu lingkungan hidup. Dalam beberapa dekade terakhir, 20 jurnalis tewas saat meliput isu lingkungan. Sebanyak 10 orang di antaranya meninggal dunia pada periode 2015-2020.

Di Indonesia serangan terjadi dalam bentuk pelecehan atau intimidasi. Pada Juli 2023 misalnya, seorang jurnalis media asing yang meliput penambangan nikel di Halmahera Tengah menjadi korban intimidasi petugas keamanan perusahaan tambang. Data AJI pada 2023 menggambarkan 15 jurnalis Indonesia mendapat intimidasi karena meliput isu lingkungan hidup. “Kami yakin tren intimidasi berpotensi meningkat,” kata dia.

Sehari sebelum Konferensi Kebebasan Pers, AJI menggelar Indonesia Fact Checking Summit (IFCS). Ini merupakan forum nasional yang membahas tren gangguan informasi, artificial intelligence, dan ekosistem media selama Pemilu 2024.

Kegiatan ini dihadiri lebih dari 500 peserta dari jurnalis, pers mahasiswa, akademisi, pengelola media, NGO, dan kedutaan sejumlah negara.

Berbagai rangkaian acara Konferensi Kebebasan Pers dapat diakses melalui website: www.kongres12aji.com. Kegiatan ini juga disiarkan secara daring melalui YouTube AJI Indonesia. (*)

Exit mobile version