ASN dan TNI/Polri Wajib Mundur Jika Mencalonkan Diri di Pilkada 2024

Priyo Handoko
Anggota KPU Kepri, Priyo Handoko. (Foto: Muhammad Bunga Ashab)

TANJUNGPINANG – Aparatur Sipil Negara (ASN) maupun aparat TNI/Polri harus mengundurkan diri jika maju saat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.

Anggota KPU Kepri, Priyo Handoko mengatakan hal tersebut sesuai dengan Undang Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang pemilihan gubernur dan wakil  gubernur,  bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota menjadi UU.

Menurut Priyo, aturan yang paling menegaskan terkait hal tersebut terdapat pada pasal 7 huruf t yang isinya ‘menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai TNI, Polri dan ASN, serta kepala desa atau sebutan lain sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta pemilihan’.

“Intinya isinya mewajibkan ASN dan TNI/Polri harus mundur jika mencalonkan diri pada Pilkada,” ungkap Priyo, Rabu 17 April 2024.

Priyo menyampaikan, setiap pihak yang berkepentingan harus mentaati UU tersebut sambil menunggu selesainya pembahasan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang pencalonan yang kini dibahas di KPU RI.

“Nanti PKPU itu akan menjelaskan teknisnya seperti apa, untuk sekarang secara umum kita merujuk dulu kepada UU No 10 tahun 2016,” ujarnya.

Sementara itu, pengamat politik dari Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Stisipol) Raja Haji Fisabilillah Tanjungpinang, Endri Sanopaka, sebelum UU terkait Pemilu disahkan, tentu diawali dengan penyusunan naskah akademik.

“Naskah akademik ini menjadi salah satu dasar aturan ini dibuat,” ujarnya.

Endri menjelaskan bahwa dalam naskah akademik itu disebutkan alasan kenapa ASN, TNI/Polri, bahkan anggota legislatif harus mundur sebelum maju dalam pemilihan.

Salah satu alasannya untuk mencegah penyalahgunaan wewenang oleh mereka yang menerima gaji dari keuangan negara.

“Hal ini bisa menimbulkan suatu keadaan yang tidak adil karena merugikan pasangan lainnya yang kebetulan tidak berasal dari institusi maupun lembaga negara,” ujarnya.

Baca juga: KPU Kepri Buka Pendaftaran Bakal Calon Perseorangan Pilkada 2024 pada 5 Mei

Selain itu, kekhawatiran lain adalah kemungkinan adanya pengerahan atau mobilisasi massa serta penyalahgunaan fasilitas dari institusi yang menjadi wadah bagi calon tersebut.

Misalnya, jika salah satu calon masih bekerja di sebuah institusi pemerintah yang menangani program menggunakan APBD, ada kekhawatiran bahwa calon itu bisa memanfaatkan program tersebut demi kepentingan pribadinya saat pemilihan. (*)

Ikuti Berita Ulasan.co di Google News