Natuna – Aliansi Nelayan Natuna (ANNA), Kepulauan Riau (Kepri) menilai rencana penerapan aturan baru penangkapan ikan oleh pemerintah rugikan nelayan tradisional di Natuna.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), rencanananya akan menerapkan Peraturan Menteri (Permen) berupa kebijakan tentang penangkapan ikan terukur di wilayah Republik Indonesia (RI).
Kebijakan ini merupakan satu dari tiga program terobosan KKP dari tahun 2021-2024.
Tujuannya, untuk mewujudkan ekonomi biru (blue economy) di sektor kelautan dan perikanan.
Dalam aturan ini akan memberikan izin kepada nelayan lokal maupun pelaku usaha skala besar (investor) yang mempunyai alat tangkap yang modern dengan skala tangkapan yang besar, untuk mengambil atau memanfaatkan sumber daya perikanan di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Republik Indonesia (RI).
Staf Khusus KKP, Edy Putra Irawady saat berkunjung ke Natuna pada Sabtu 15 Januari 2022, secara singkat ia menjelaskan kebijakan aturan yang mengatur tentang wilayah atau zona penangkapan ikan.
Selain itu, KKP juga mengatur jumlah ikan yang boleh ditangkap, jenis alat tangkap, waktu atau musim penangkapan ikan serta pelabuhan tempat pendaratan ikan.
“Tiga zona itu adalah, zona fishing industri, zona nelayan lokal, dan zona spawning dan nursery ground (zona pemijahan dan perkembangbiakan ikan),” ungkap Edy di kantor Bupati, Jalan Batu Sisir, Bukit Arai, Kecamatan Bunguran Timur, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau (Kepri), Minggu (16/01).
Baca juga: Kapal Berbendera Malaysia Ditangkap saat Curi Ikan di Selat Malaka
Dari setiap zona tersebut, nantinya akan ditetapkan kuota penangkapannya yang terdiri dari kuota industri, kuota nelayan lokal, dan kuota untuk rekreasi maupun hobi.
Ia merincikan, persentase kuota penangkapan ikan untuk industri akan lebih besar, dan diberikan dengan metode lelang terbuka kepada 4-5 investor per zona penangkapan.
Nanti, akan ada ikatan kontrak selama 20 tahun antara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan investor.
Zona tersebut Nantinya berada pada 6 Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP), yakni WPP 572 perairan Samudera Hindia sebelah barat Sumatera, WPP 573 perairan Samudera Hindia sebelah selatan Jawa, WPP 711 Laut Natuna, WPP 716 Laut Sulawesi, WPP 717 Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik, serta WPP 718 Laut Aru dan Laut Arafuru, Untuk nelayan lokal dengan kapal di bawah 30 GT (Gross Ton) wilayah penangkapan hanya sampai 12 mil.
Sedangkan diatas 12 mil, merupakan zona untuk penangkapan industri.
Selain itu, KKP juga akan mengatur pasar domestik dan ekspor ikan dimana harus dari pelabuhan di daerah penangkapan ikan yang ditetapkan serta jumlah pelaku usaha bersistem kontrak.
“Ada dua pelabuhan satu selat lampa, yang kedua adalah Batam. Setiap ikan yang ditangkap harus dibawa keselat lampa, jadi kalau orang jakarta mau beli ikan dia harus datang,” tambah dia.
Ia mengatakan, kebijakan ini dinilai akan mendorong pemerataan pemanfaatan sumber daya perikanan yang ada, dengan tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta keberlanjutan ekosistem.
“Meningkatkan kesejahteraan nelayan, dan untuk mewujudkan ekonomi biru (blue economy) di sektor kelautan dan perikanan,” pungkasnya.