BATAM – Balai Pengawasan Obat dan Makanan (POM) Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri) mempercepat proses penerbitan Surat Keterangan Ekspor (SKE) lewat layanan Sigap dan Siap dalam Percepatan Layanan (Sipandan).
Kepala Balai POM Batam, Musthofa Anwari mengatakan, melalui inovasi layanan ini proses penerbitan SKE dari sebelumnya delapan jam kerja, kini menjadi lima jam kerja.
“Percepatan layanan penerbitan SKE ini bertujuan untuk meningkatkan kepuasan masyarakat dan mendongkrak pertumbuhan ekonomi Kepri,” ujarnya, Kamis 1 Agustus 2024.
Musthofa menjelaskan, SKE merupakan surat keterangan yang dikeluarkan Badan POM berdasarkan BPOM Nomor 10 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha Dan Produk Pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Obat Dan Makanan.
“SKE merupakan bentuk jaminan keamanan dan mutu produk yang akan diekspor ke luar negeri. Terjaminnya keamaan dan mutu produk ekspor ini juga bertujuan untuk menjaga citra Indonesia di mata dunia,” ucapnya.
Musthofa menyebutkan, produk Indonesia memiliki pangsa pasar internasional yang sangat luas. Hal tersebut ditunjukkan dengan meningkatnya negara tujuan ekspor, yakni dari 32 negara tujuan ekspor pada tahun 2023 menjadi 46 negara pada tahun ini.
“Sampai Juni tahun 2024, total ada 46 negara tujuan ekspor, diantaranya Hongkong, Korea Selatan, Mesir, Belanda, Uni Emirat Arab, China, Jerman, Amerika Serikat dan Italia,” ujanya.
Selain itu, Balai POM Batam juga mempercepat proses layanan penerbitan Surat Keterangan Impor (SKI) dari lima jam kerja menjadi empat jam 30 menit.
“Kami juga bertanggung jawab memastikan produk obat dan makanan yang beredar di wilayah Kepri sebagai wilayah perbatasan memenuhi standar keamanan dan mutu sesuai peraturan yang berlaku,” kata Musthofa.
Baca juga: BPOM Batam Gelar Forum Konsultasi Publik Tingkatkan Pelayan
Setiap produk impor yang akan masuk ke Indonesia harus memiliki Nomor Izin Edar (NIE) dan SKI. Apabila tidak memiliki SKI, maka akan dikenakan sanksi sesuai peraturan BPOM Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pengawasan Pemasukan Obat dan Makanan ke dalam Wilayah Indonesia.
“Sanksi yang dikenakan yakni berupa peringatan tertulis, penarikan produk, pemusnahan atau re-ekspor, pembekuan izin edar hingga pencabutan izin edar,” ujar Musthofa. (*)
Ikuti Berita Ulasan.co di Google News