BATAM – Buruh di Kota Batam mengancam siap mogok kerja apabila pemerintah tidak mempertimbangkan permintaan Upah Minimum Kabupaten/kota (UMK) sesuai usulan para buruh.
Ketua Konsulat Cabang(KC) FSPMI Kota Batam, Yafet Ramon mengatakan, pembahasan upah minimum bersama Pemko Batam dan Pemprov Kepri tidak membuahkan hasil positif untuk nasib buruh.
Namun justru, Wali Kota mengusulkan UMK senilai Rp4,5 juta jauh dari sebelumnya usulan para buruh yakni Rp5,3 juta.
Berbeda dengan Gubernur, saat buruh menggelar aksi di kantor Gubernur, Dompak, Tanjungpinang berhasil ditemui alhasil tidak dapat keputusan yang positif.
“Usulan pemko jauh dari harapan para buruh, sementara dari provinsi tidak ada hasil sama sekali,” ucap Yafet, Selasa (6/12).
Ia menjelaskan, para buruh akan kembali membahas UMK di Kantor Gubernur Kepri pada Rabu (07/12) di Tanjungpinang.
Apabila usulan mereka tidak kunjung direspon positif, para buruh mengancam akan melakukan aksi mogok kerja.
“Besok akan rapat lagi jika tidak ada hasil kami akan mogok kerja. Itulah jalan terakhir,” tegasnya.
Sebelum itu, para buruh telah menyatakan penolakannya terhadap tetapan UMK Batam yang telah disetujui oleh Muhammad Rudi.
Mereka menilai, nilai alfa dari Wali Kota Batam yang terlalu rendah yakni 0.15. Hal ini lebih rendah dibandingkan kabupeten/kota lainnya di Kepri yang mengambil nilai alfa sebesar 0.3.
Menurutnya, penetapan nilai alfa itu tidak sesuai dengan kondisi kebutuhan hidup, inflasi, dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Kota Batam.
Mereka khawatir, nilai UMK yang mereka tuntut tidak sesuai itu telah diatur untuk kepentingan politik. Sebab tidak susuai dengan rumusan Permenaker 18 tahun 2022.
Ia mengatakan, pengambilan nilai alfa sebesar 0.15 menjadi pertanda bahwa pemerintah tak memihak kepada buruh. Buruh juga mendesak keputusan MA tentang Pengupahan diamini oleh Gubernur.
“Kalau seperti ini buruh seperti tak dianggap. Kita juga sudah menang di MA. Tapi tidak ada dampaknya. Seharusnya ada pergerakan UMK juga,” tegasnya dia.