Buruknya Kualitas Demokrasi Bintan, 2 Keluarga Berkuasa

Robby Patria
Direktur Public Trust Institute Perwakilan Kepri Robby Patria. (Foto: Dok Robby)

BINTAN – Kualitas demokrasi di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau buruk karena di Pilkada 2024 sebagai ajang memilih pemimpin hanya ada satu calon kepala daerah.

Sampai dengan hari pertama perpanjangan pendaftaran kepada daerah tidak ada partai yang mencabut dukungan untuk mengusung calon alternatif lain.

“Munculnya calon tunggal melawan kolom kosong ini menandakan kualitas demokrasi di Kabupaten Bintan jauh di bawah Kabupaten Anambas yang memiliki kompetisi saat memilih pemimpin,” ujar Direktur Public Trust Institute Perwakilan Kepri Robby Patria, menanggapi belum adanya calon lain yang mendaftar sampai dengan Senin 2 September 2024.

Ia menyebutkan, demokrasi di Kabupaten Bintan  berada di titik nadir karena rakyat tak punya alternatif pilihan. “Partai partai diborong calon tertentu sehingga yang lain ingin mencalonkan tidak kebagian partai. Bintan bersama dengan 43 daerah lain di Indonesia di pilkada 2024 hanya satu calon,” imbuhnya.

Harusnya partai partai di Bintan mengaca kepada  Kabupaten Kepulauan Anambas, walaupun pemilih hanya 35 ribu di pilkada, namun calon yang didaftarkan partai ada empat pasang.

“Artinya warga punya banyak alternatif pilihan mau pilih sosok pemimpin seperti keinginan warga. Mau produk lokal atau produk impor tersedia di Anambas. Ini baru betul namanya pesta demokrasi alias pesta rakyat,” ujar Robby.

Baca juga: Peluang Pilkada Bintan Tanpa Calon Tunggal Masih Terbuka, Partai Pengusung Bisa Beralih Dukungan

Dikatakan Robby, ke depannya tongkat estafet kepemimpinan di Bintan hanya dimonopoli oleh dua keluarga besar. Yakni keluarga Ansar Ahmad yang berkuasa sejak 2005 hingga 2015 lalu dilanjutkan anaknya dari 2021 sampai 2030.

Sementara keluarga berikutnya Apri Sujadi yang pernah jadi bupati Bintan 2015 sampai 2021. Lalu dilanjutkan istrinya jadi wakil bupati anak Ansar Ahmad yakni Roby Kurniawan mulai tahun 2025  hingga 2030.

“Kita tidak tahu setelah 2030 apakah Dewi Kumalasari atau Deby yang akan berpasangan atau berlawanan di pilkada 2030? Yang lain menonton saja karena memang tak punya keberanian dan punya modal politik untuk mencalonkan diri jadi kepala daerah,” kata anggota Dewan Pakar ICMI Pusat itu. (*)

Ikuti Berita Ulasan.co di Google News