JAKARTA – Gurun Sahara di Afrika yang dikenal paling kering di dunia, tiba-tiba berubah menghijau yang biasanya terlihat tandus. Fenomena tak biasa Gurun Sahara itu, terpantau melalui citra satelit milik NASA yang ditemukan para ilmuwan.
Citra satelit nasa menunjukkan, wilayah hijau yang biasanya terpusat di kawasan ekuator di tengah Afrika, kini mulai meluas ke utara atau sudah masuk wilayah Gurun Sahara.
Perbandingan foto antara September 2023 dengan September 2024 menunjukkan sebagian wilayah Gurun Sahara yang dikenal paling kering di dunia mulai menghijau di bagian selatan dekat ekuator.
Hal ini terjadi setelah kawasan tersebut diterjang badai, yang semestinya tidak pernah menyentuh daerah itu. Badai itu pun menyebabkan banjir parah yang merusak kawasan. Kini, gurun itu jadi dua hingga enam kali lebih basah dari sebelumnya.
Pusat Prediksi Iklim NOAA mencatat Zona Konvergensi Intertropis bergeser lebih jauh menuju utara sejak pertengahan Juli termasuk ke Sahara.
Selain itu, para ilmuwan menilai pemanasan global akibat penggunaan bahan bakar fosil menjadi penyebab dua fenomena alam ganjil tersebut terjadi.
Seorang peneliti iklim di Universitas Leipzig, Karsten Haustein mengatakan, ada dua penyebab utama pergeseran curah hujan ke utara.
Pertama, kata dia, transisi dari El Nino ke La Nina yang akhirnya mempengaruhi seberapa jauh zona tersebut bergerak ke utara. Kedua, dunia yang semakin panas dianggap sebagai biang kerok pergeseran hujan.
“Zona Konvergensi Intertropis yang menjadi alasan penghijauan (Afrika), bergerak lebih jauh ke utara seiring dengan semakin hangatnya dunia,” kata Haustein, dikutip dari CNN Indonesia, Sabtu 14 September 2024.
Masalah tidak hanya soal Gurun Sahara yang tiba-tia mendadak hijau. Ini juga mengganggu musim badai Atlantik yang menimbulkan konsekuensi besar selama beberapa bulan terakhir di beberap negara Afrika.
Negara-negara yang seharusnya mendapatkan curah hujan lebih anyak justru tidak mendapatkannya. Curah hujan menjadi lebih sedikit karena badai bergeser ke utara.
“Nigeria dan Kamerun biasanya diguyur hujan setidaknya 20 inci hingga 30 inci sejak Juli hingga September. Namun, hanya mengalami 50 persen-80 persen dari curah hujan biasanya sejak pertengahan Juli,” tulis laporan dari data Climate Prediction Centre (CPC).
“(Sedangkan) jauh ke utara yang merupakan wilayah biasanya lebih kering, termasuk sebagian Nigeria, Chad, Sudan, Libya, dan Mesir selatan menerima lebih dari 400 persen curah hujan dari biasanya sejak pertengahan Juli,” sambungnya.
Curah hujan yang berlebih, bahkan membuat banjir dahsyat di Chad. Hampir 1,5 juta orang terdampak dan sedikitnya 340 warga tewas.
Banjir bandang juga menewaskan lebih dari 220 orang dan menyebabkan ratusan ribu orang mengungsi di Nigeria. Ini terjadi terutama di utara negara tersebut yang umumnya kering.