TANJUNGPINANG – Meskipun Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan peserta Pemilu diperbolehkan kampanye di fasilitas pendidikan dan pemerintahan, namun tetap mematuhi batasan-batasan yang ada.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tetap mengingatkan, batasan-batasan yang harus diperhatikan para peserta Pemilu untuk berkampanye di dua kawasan tersebut.
Komisioner Bawaslu Provinsi Kepri, Rosnawati, menegaskan, ada sejumlah hal yang perlu dicermati dengan dibukanya kesempatan untuk berkampanye di tempat pendidikan dan fasilitas pemerintah.
Salah satunya, lanjut Rosnawati, jika kampanye di tempat pendidikan harus ada pembatasan. Agar institusi pendidikan tetap netral, dan tidak disalahgunakan oleh segelintir aktor politik.
“Selain itu, pemerintah selaku pemilik fasilitas, juga harus memberikan kesempatan yang sama kepada semua kontestan untuk dapat mengakses penggunaan fasilitas pemerintahan untuk berkampanye,” ujar Rosnawati, Senin (28/8).
Kendati demikian, ia melanjutkan, penggunaan fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan untuk kegiatan kampanye diperbolehkan. Asalkan sudah mendapatkan izin dari penanggungjawab tempat, dan hadir tanpa atribut kampanye.
Baca juga: KPU RI Gelar Seleksi Ulang Anggota KPU 28 Kabupaten/Kota, Ini Daftar Nama Timsel Ditetapkan
Namun, apabila dalam pelaksanannya nanti ada peserta yang melanggar, maka Bawasalu akan menindak dan memberikan sanksi pidana sebagaimana dimaksud Pasal 521 UU 7/2017.
“Kesimpulannya penyelenggaraan kampanye tempat pendidikan atau menggunakan fasilitas pemerintahan menjadi kegiatan yang dilarang, apabila penyelenggara tidak memiliki izin dari penanggung jawab tempat dimaksud, dan dilakukan dengan menghadirkan berbagai macam atribut kampanye,” beber Rosnawati.
Ketua STISIPOL Raja Haji Tanjungpinang Dr. Endri Sanopaka, S.Sos, turut angkat bicara terkait keputusan MK tersebut, yang tentunya akan menimbulkan berbagai pandangan pro dan kotra.
Menurutnya, ada juga yang menyikapi putusan MK tersebut sebagai suatu hal yang tepat. Atau sebaliknya, ada pihak yang menyikapi hal itu merupakan kekeliruan, dan membahayakan demokrasi.
Namun Dr Endri Sanopaka berpandangan, ketakutan bahwa sekolah dan kampus akan menjadi tempat yang tidak netral dinilainya terlalu berlebihan.
Sekolah dan kampus adalah mengajarkan peserta didik, untuk dapat menggunakan akalnya untuk berfikir.
“Perlu menjadi perhatian dan penguatan pasca dibolehkannya kampanye di fasilitas pendidikan dan fasilitas pemerintah adalah, etika akademik dan juga etika pemerintahan yang harus tetap terjaga,” pesan Endri Sanopaka.