Kepri, Ulasan.co – Kepri berada di peringkat keenam se-Indonesia untuk realisasi investasi penanaman modal asing (PMA) sepanjang 2020.
Total nilai investasi PMA sebanyak 1,6 miliar dolar Amerika atau setara dengan Rp 22,4 triliun, dari jumlah proyek sebanyak 2.143.
Secara keseluruhan, peringkat Kepri tidak berubah dari 2019, tetap berada di peringkat keenam. Tetapi, secara nilai investasi mengalami peningkatan cukup baik.
Di 2019, total nilai investasi PMA sebanyak 1,3 miliar dolar Amerika atau setara Rp 18,2 triliun, dari 1.279 proyek.
Kepri berada di bawah Jawa Barat (4,7 miliar dolar Amerika), DKI Jakarta (3,6 miliar dolar Amerika), Maluku Utara (2,4 miliar dolar Amerika), Banten (2,1 miliar dolar Amerika) dan Sulawesi Tengah (1,7 miliar dolar Amerika).
Secara keseluruhan, Kepri berkontribusi terhadap 5,6 persen total investasi PMA di Indonesia, yang berjumlah 28,6 miliar dolar Amerika di tahun 2020.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Batam, Rafki Rasyid menyebut kontribusi Batam sangat besar bagi investasi di Kepri.
“Jadi posisi strategis Kepri yang berbatasan dengan negara-negara penting di Asia Tenggara tidak akan bisa digantikan oleh daerah lain di Indonesia. Apalagi dengan 4 status kawasan Free Trade Zone (FTZ) ditambah 1 KEK. Semua fasilitas investasi Kepri punya. Berbagai bidang investasi juga bisa jadi pilihan di Kepri. Mulai dari manufaktur sampai ke Pariwisata,” ungkapnya.
Menurut Rafki, apakah wajar Kepri masih menduduki peringkat keenam se-Indonesia. Seharusnya Kepri dengan segala potensinya berada di posisi tiga besar besar sebagai daerah tujuan investasi di Indonesia dengan segala fasilitas yang dimiliki tersebut.
“Jadi jangan berpuas diri hanya dengan peringkat enam.
Pekerjaan rumah yang harus diselesaikan di Kepri juga adalah tidak terkoneksinya bisnis UMKM dengan industri yang ada. Masing-masing jalan sendiri. Belum terbentuk local value change.
Pertumbuhan dan aktivitas ekonomi juga masih di dominasi oleh Batam. Belum menyebar ke daerah lain,” ucapnya.
“Fasilitas FTZ, belum dimanfaatkan secara optimal. Jadi masih banyak yang harus dibenahi dari iklim investasi di Kepri. Tidak wajar jika Kepri masih menduduki peringkat enam se-Indonesia,” paparnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Koordinator Himpunan Kawasan Industri (HKI) Kepri, Tjaw Hoeing mengatakan Kepri masih menjadi primadona, di mata investor asing.
“Namun, ada hal-hal yang perlu menjadi perhatian dari pemerintah, supaya Kepri khusus di Batam, Bintan, dan Karimun dapat berlari kencang di 2021,” ungkapnya.
Menurut Tjaw, persoalan yang harus segera dibenahi terkait flow of good. Aturan importasi barang baik barang modal, maupun bahan baku yang dibatasi dapat segera terealisasi dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas (KPBPB).
Kemudian, terkait flow of people atau arus orang, terutama ahli dari luar negeri yang mau masuk ke Batam, Bintan dan Karimun (BBK), dalam masa pandemi Covid-19, supaya diberikan semacam kemudahan pengurusan perizinan.
“Sehingga proyek-proyek baru maupun yang eksis segera dapat terealisasi, tentu dengan mengikuti ketentuan sesuai protokol kesehatan Covid-19,” ungkapnya.