Lakon Rezim di Tanah Rempang: Kampung Tua di Ambang Musnah (Bagian-I)

Jembatan utama yang menghubungkan Batam ke Pulau Rempang dan Galang yang akhirnya menjadi nama jembatan Barelang. (Foto:Muhammad Ishlahuddin/Ulasan.co)

BATAM – Tanah Rempang dan Sembulang, Kecamatan Galang adalah kepingan wilayah Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri) dan tempat bernaung ribuan jiwa masyarakat dalam beberapa Kampung Tua.

Namun keberadaan Kampung Tua itu diambang musnah, akibat digilas rencana investasi pembangunan. Rencana relokasi di kedua wilayah tersebut kini sedang diambang kebimbangan.

Rasa takut, resah, hingga cemas sontak menyelimuti perasaan warga di wilayah itu. Karena mereka harus kehilangan kenangan masa hidupnya yang sudah terlukis di dinding rumah jika harus direlokasi.

Kehidupan yang tenang kini berubah, karena adanya rencana pengembangan Kawasan Rempang menjadi Rempang Eco-City oleh PT Makmur Elok Graha (MEG) bersama Xinyi Grup yang adalah investor asal China.

Relokasi Demi Investasi

Sejak Juli 2023 lalu, Wali Kota Batam sekaligus Kepala BP Batam, Muhammad Rudi memantapkan percepatan rencana relokasi itu kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI, Airlangga Hartarto.

Bahkan, Rudi mengaku telah siap merelokasi para warga yang tinggal di lahan Pulau Galang seluas 199 hektare tersebut. Kemudian, ia menggantikannya dengan pusat industri megah bernama Rempang Eco City.

“Bila masyarakat bersedia kita relokasi, kami sudah siapkan kaveling seluas 200 meter persegi dengan rumah tipe-45 sebanyak 3.000 unit. Kemudian kami sediakan juga fasum dan fasos, serta area kantor pemerintahan,” kata Rudi kala itu.

Di sisi lain, Menteri Investasi Indonesia, Bahlil Lahadalia dan perwakilan Xinyi Glasss, telah menandatangani nota kesepakatan atau memorandum of understanding (MoU) dokumen kerjasama, untuk pembangun ekosistem hilirisasi industri kaca, dan panel surya di Indonesia, Jumat (28/7) di Hotel Shangri-La, Chengdu, Republik Rakyat Tiongkok (RRT).

Penandatangan MoU tersebut juga disaksikan langsung Presiden RI Joko Widodo, yang juga merupakan agendanya dalam lawatan ke China.

“Kita hari ini melakukan penandatanganan MoU sekaligus perjanjian kerja sama dalam rangka membangun ekosistem hilirisasi di Rempang, Kawasan Batam,” kata Bahlil, dalam keterangan resmi di kanal Youtube Sekretariat Presiden RI.

Tak berselang lama, Bahlil pun tiba di Batam dan langsung mengunjungi Pulau Rempang. Warga pun menyambutnya dengan spanduk bertuliskan kata-kata dan teriakan penolakan untuk direlokasi.

Indahnya pemandangan sunset di Pulau Rempang, Batam, Kepri. (Foto:Muhammad Ishlahuddin/Ulasan.co)

Kendati demikian, rencana relokasi kampung tua itu juga terucap dari mulut Bahlil.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Republik Indonesia itu memastikan, pemerintah akan tetap merelokasi seluruh warga Pulau Rempang yang tempat tinggalnya, yang masuk dalam rencana investasi pembangunan Rempang Eco City.

“Mereka (warga) akan mendapatkan relokasi rumah tipe-45 dengan tanah sekitar 200 hektare,” katanya usai rapat membahas pembangunan Rempang di Batam, Ahad (13/08).

Bahlil saat itu mengaku paham dengan penolakan masyarakat, melalui spanduk dan teriakan tersebut. Namun, hal itu tak berpengaruh dan rencana relokasi bakal tetap berlanjut tersebut.

Menurutnya, relokasi itu harus tetap terjadi. Mengingat besarnya jumlah investasi yang akan masuk melalui investor dari China itu.

Setidaknya, akan ada pabrik kaca terbesar kedua setelah China dengan total investasi senilai 11,5 miliar USD. Sebab jika tidak di Kepri, investasi itu kemungkinan akan berpindah ke negara lain.

“Bagaimana Kepri bisa berjalan, agar kita dianggap provinsi ke sekian untuk investasi, maka harus berjiwa besar semuanya,” tutur Bahlil.

Padahal berdasarkan data kependudukan yang diperoleh ulasan.co dari Kecamatan Galang, total Kepala Keluarga yang menghuni dua Kelurahan Rempang Cate dan Sembulang mencapai 2.402 keluarga.

Belum lagi dengan adanya data penduduk yang berkebun namun tidak ber-KTP Galang.

“Jumlah penduduk Kelurahan Sembulang 3.403 jiwa, dengan 1.200 Kepala Keluarga (KK), Kelurahan Rempang Cate 3.437 jiwa dengan 1.202 KK.

Data ini jumlah penduduk sesuai domisili. Namun, orang yang berkebun ber KTP di luar Galang, belum dapat Jumlah yang pasti,” kata Camat Galang, Ute Ramle.

Rapat Tertutup

Jumat (18/08), BP Batam dan Pemprov Kepri menggelar rapat lanjutan perihal pembangunan Rempang. Dari informasi yang diterima Ulasan.co, rapat tersebut berlangsung di Wisma BP Batam, Sekupang.

Gubernur Kepri, Ansar Ahmad dan Muhammad Rudi turut hadir pada rapat sore itu.

Ulasan.co pun berupaya mengonfirmasi dan mendatangi lokasi tersebut. Namun, belum sampai ke gedung pertemuan, sejumlah petugas Ditpam BP Batam mengehentikan wartawan Ulasan.co.

Alasannya, rapat tersebut tertutup dan merupakan rapat internal. Kepala Bagian Humas BP Batam, Sazani juga membenarkan hal tersebut.

“Ini rapat internal ya,” katanya sembari menuju lokasi pertemuan.

Penolakan Warga

Rencana relokasi oleh pemerintah terhadap ribuan warga itu terus menuai penolakan. Berulang kali warga menegaskan, mereka tidak menolak investasi yang masuk.

Bahkan mereka merasa senang, bila kampung halaman mereka terbangun menjadi daerah yang maju.

Mereka hanya menolak relokasi yang diinginkan pemerintah. Pasalnya, kampung tersebut telah mereka tinggali secara turun temurun.

“Sebelum ada Otorita Batam, BP Batam bahkan Kota Batam, kampung kami sudah ada. Sebelum merdeka saja sudah ada,” tegas Gerisman Ahmad, Ketua Kerabat Masyarakat Adat Tempatan (Keramat) Rempang Galang.

Bagi warga, kampung yang mereka tinggali saat ini merupakan tanah adat sejak ratusan tahun lalu. Oleh sebab itu, warga akan tetap bertahan di kampungnya masing-masing.

“Kami warga Rempang mendukung penuh atas pembangunan Pulau Rempang. Tapi dengan catatan, jejak sejarah ini tidak boleh dihilangkan,” ujar Gerisman Ahmad.

Pasca kedatangan Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia kemarin, rencana pembangunan Rempang Eco-City bak memasuki babak baru.

Belakangan, upaya-upaya rezim untuk melancarkan pembangunan itu semakin nyata.

Terbaru, tim gabungan yang diinisiasi pemerintah turun ke Kelurahan Sembulang dan Rempang Cate untuk melakukan pengukuran lahan.

Warga Pulau Rempang saat menghadang mobil BP Batam yang akan melakukan pengukuran lahan untuk investasi. (Foto:Bobi kepada Ulasan.co)

Berdasarkan informasi yang ulasan terima, BP Batam akan melakukan pengukuran tata batas hutan di dua kelurahan tersebut mulai Senin (21/08) hingga Kamis (24/08).

Upaya itu pun langsung dihentikan oleh warga sekitar di Jembatan 4 Barelang.

Perwakilan Aliansi Pemuda Melayu, Dian Arniandi mengatakan, masyarakat menolak pemasangan patok atau pun pengukuran di kawasan itu.

Ia menilai, jika terjadi pengukuran dalam tiga hari ke depan, maka terjadilah penyerahan HPL itu ke PT MEG.

“Secara tidak langsung, kalau kami biarkan hari ini pengukuran, maka relokasi 16 kampung tua akan terealisasikan. Sehingga kami menolak itu. Mereka pun bersedia mundur, sebelum ada sosialisasi kepada masyarakat,” kata pria yang akrab dipanggil Pian.

Para warga meminta meminta Pemerintah Kota (Pemkot) Batam ataupun Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, Muhammad Rudi untuk datang langsung ke Rempang, mensosialisasikan kepada masyarakat terkait pengembangan Rempang.

Mereka merasa, pemerintah tidak pernah secara langsung menyampaikan kepada masyarakat terkait pengembangan Rempang menjadi Rempang Eco-City.

“Jangan tiba-tiba datang bawa patok. Itu tak patut, tanpa ada penyelesaian, tanpa ada sosialisasi ke masyarakat,” jelas dia.

Para warga sangat berharap, Kepala BP mendatangi mereka secara langsung. Sehingga terjalin komunikasi antara masyarakat dan pemegang kebijakan, sehingga mendapatkan solusi terbaik.

“Solusi terbaiknya, tolak relokasi tanpa syarat. Kalau ini direlokasi, mayarakat Melayu pun hilang. Rumah tipe-45 bukan solusi, sampai saat ini pun itu belum dijamin,” kata dia.

Karena penolakan itu, rombongan tim terpadu pun akhirnya mundur. Kepala Polresta Barelang, Kombes Pol Nugroho Tri Nuryanto mengatakan, karena belum ada sosialisasi, maka komitmen bersama untuk menunda pengukuran hari ini.

“Saya minta tenang. Warga masyarakat setelah ini saya minta membubarkan diri secara tertib. Jangan sampai nanti ada yang memprovokasi oleh oknum yang tidak bertanggung jawab,” kata Nugroho.

Hingga kini, polemik pengembangan Rempang terus bergulir. Masyarakat terus menolak rencana relokasi tersebut. Mereka bersikukuh akan terus bertahan di tempat tinggal mereka.