IndexU-TV

Lingkungan Bersih, Olah Sampah Laut Hingga Bisa Bayar Tagihan Listrik

Andry mengelola bank sampah yang didirikannya di Sei Ladi, Kelurahan Kampung Bugis, Kota Tanjungpinang. (Foto:Suhardi/Ulasan.co)

Sungai Ladi, Keluaran Kampung Bugis, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau (Kepri) dulunya sebuah kawasan pesisir yang penuh dengan tumpukan sampah laut.

Sampah-sampah yang terbawa arus ini, membuat kampung itu dikenal kumuh. Berbagai upaya pun telah dilakukan, mulai dari gerakan pelajar, mahasiswa dan masyarakat yang peduli sampah pesisir pun terus digalakkan.

Warga kampung mulai berbenah dan terus berperan aktif, dalam menjaga kebersihan dan keindahan di wilayah tempat tinggal mereka.

Menariknya lagi, sebagian besar warga memanfaatkan sampah yang diolah menjadi produk bernilai ekonomis sebagai tambahan penghasilan.

Andry Ketua Rukun Tetangga 01/Rukun Warga 03, berani mengubah mindset masyarakat sekitar. Baginya sampah bisa menjadi tambahan ekonomi, dan berbagai kebutuhan penting yang mendesak.

Membayar tagihan listrik, jajan anak sekolah, hingga beli bahan bakar minyak untuk menjaring ikan di laut.

“Kami sering ingatkan warga, termasuk mereka yang setiap hari ke laut, mencari ikan, kalau lihat sampah, jangan dibiarkan, tapi langsung dipungut ambil bawa balik ke rumah,” ungkap Andry kepada Ulasan.

Menurut Andry, sudah bertahun-tahun kampung tempat ia tinggal dipenuhi dengan sampah buangan dari laut. Sampah-sampah itu bertumpuk, dan bahkan sampai berserakan di bawah rumah panggung mereka. Warga Sungai Ladi mayoritas tinggal di bibir pantai.

Tak ayal, hewan reptil biawak bahkan buaya mudah ditemukan. Hewan -hewan itu kerap kali masuk ke keramba mereka untuk memangsa ikan mereka. Belum lagi masalah banjir sering terjadi saat musim air laut pasang dalam.

Pria lulusan sekolah menengah atas tersebut tidak tinggal diam. Untuk mengatasi sampah yang tidak berkesudahan itu, Andry berinisiatif membuat Bank Sampah, dan mengorbankan pekarangan rumahnya untuk menampung semua sampah-sampah yang dikumpulkan warga.

Bank Sampah yang ia jalankan bersama kelompok masyarakat dan binaannya itu, sudah eksis lebih dari dua tahun.

Kini Bank sampah tersebut mampu mengubah kebiasaan warga, yang dulunya ikut buang sampah ke laut.

Kini sejak ia memberi manfaat dari sampah bernilai ekonomis, warga mulai mengumpulkan sampah untuk memperoleh keuntungan. Andry mematok harga di papan pengumuman, untuk semua jenis sampah mulai dari Rp500 hinggaRp3 ribu per kilogram.

“Setelah sampah yang mereka bawa kesini menghasilkan uang, bahkan bisa bayar tagihan listrik, jajan anak anak sekolah dan lain-lain. Akhirnya warga semakin terbiasa setiap ketemu sampah mereka ambil, dan kalau sudah banyak dijual ke sini. Ada warga yang malas ke sini, saya datang pergi jemput pakai motor kaisar,” ungkap Andry.

Andry saat menunjukkan BBM solar yang diolah dari sampah plastik.

Bank Sampah yang berjalan sejak Agustus 2024 lalu, kini Andry menciptakan mesin olahan sampah plastik untuk difermentasikan menjadi bahan bakar minyak solar, minyak tanah, hingga bensin.

Menurutnya, mesin ini untuk membantu jika ada warganya yang sulit mendapatkan bahan bakar minyak.

Mesin teknologi ini, adalah ‘Pirolisis BBM’. Mesin tersebut juga sudah mulai diteliti para dosen di Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) Tanjungpinang.

Meski belum mendapatkan lisensi resmi, mesin yang terbuat dari potongan-potongan besi itu, sudah menghasilkan bahan bakar minyak. Dia sudah melakukan uji coba pada kendaraan pribadinya.

“Alhamdulillah minyak solar yang saya olah ini, sudah saya gunakan untuk mesin genset dan kaisar saya. Sampai hari ini lancar-lancar aja,” sebutnya.

“Memang belum banyak yang tahu, saya takut nanti banyak orang tidak percaya. Keinginan saya nanti, minyak solar ini dapat membantu, warga sekitar, nelayan yang kesulitan dapat BBM,” terangnya.

Pria yang tergabung dalam kelompok nelayan Kampung Bugis tersebut, mengaku saat ini warganya sangat sulit mendapatkan BBM solar untuk kebutuhan menangkap ikan ke kelong tradisional mereka. Karena kebutuhan yang cukup banyak, sehingga pemerintah membatasi penggunaan BBM Solar.

“Semua dibatasi, padahal warga kami bukan nelayan yang pompongnya besar. Semua tradisional. Pompong mereka rata-rata berukuran kecil. Mesin yang digunakan pun semua kecil-kecil. Tapi masih sangat sulit dapatkan solar,” keluhnya.

Menurutnya, untuk membuat mesin Pirolisis BBM ini, ia tidak merogoh kocek dalam. Berbekal ilmu yang dia dapatkan saat di bangku sekolah, kemudian ia gunakan untuk berbagai kemampuan yang dimiliki saat ini.

Meskipun tidak secanggih mesin pada umumnya, Namun, ia yakin suatu saat hasil olahan bahan plastik dari sampah tersebut manfaatnya bisa dirasakan banyak orang.

Saat menceritakan pengalamannya, ia terlihat sangat antusias. Karena mesin tersebut sudah bisa digunakan.

Namun, untuk menghasilkan bahan bakar, ia menuturkan hanya sampah-sampah pilihan yang dapat digunakan seperti sampah plastik kresek.

Untuk mendapatkan minyak lebih dari satu botol, ia memperkirakan banyaknya sampah yang dilarutkan sedikitnya 10 kilogram.

Selama proses pengerjaannya, butuh waktu hingga empat jam dan dibantu dengan alat pendukung seperti gas elpiji dan oksigen, tabung reaktor serta alat pengendali suhu.

Mesin teknologi Pirolisis BBM ini, tidak berukuran besar melainkan hanya memiliki panjang 2 meter, lebar 90 centimeter.

Ia bertekad, melalui kreativitasnya tersebut, minyak yang dihasilkan dari alat teknologi sederhana tersebut, mampu mengatasi masalah sampah yang sudah menjadi penilaian buruk selama ini terhadap tempat tinggalnya mereka.

Terpisah, Ketua Forum Program Kampung Iklim atau Proklim Tanjungpinang, Yasmadi menilai kreativitas yang telah dibangun masyarakat di Kampung Sungai Ladi patut di apresiasi.

Menurutnya, sulit merubah pola hidup bersih apabila tidak dimulai dari diri sendiri. Apa yang dilakukan Andry untuk warganya, merupakan contoh positif tentang pentingnya menjaga lingkungan bersih, sehat dan menguntungkan.

“Menguntungkan tidak hanya dari segi materil, tapi bagaimana kita mampu menciptakan lingkungan yang sehat dan mandiri,” ungkap Yasmadi.

Hal senada disampaikan Ardi, warga Sungai Ladi. Ia mengaku sudah merasakan manfaat Bank Sampah yang dijalankan Andry saat ini.

Mulai dari kegiatan mengumpulkan sampah-sampah di lingkungan tempat tinggalnya. Hingga pemanfaatan mesin teknologi yang dapat memfermentasikan bahan bakar minyak itu.

Dia pun menceritakan, sudah bisa bayar kebutuhan penting dari olahan Bank Sampah ini. Bayar tagihan listrik, bayar kebutuhan mendesak rumah tangga.

“Kami sebagai warga sangat terbantu selama adanya bank sampah ini, bahkan mesin olahan minyak bank Andry itu bisa dirasakan warga, juga keluarga kami sebagai nelayan,” tutupnya.

Exit mobile version