Mengulas Mushaf Al-Qur’an Karya Abdurrahman Stambul di Pulau Penyengat

Masjid Raya Sultan Riau Penyengat
Masjid Raya Sultan Riau di Pulau Penyengat, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau. (Foto: Dok Ulasan.co)

Pulau Penyengat merupakan sebuah daratan kecil, namun sarat dengan warisan budaya dan sejarahnya.

Pulau yang masuk ke dalam wilayah administrasi Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau, menyimpan segudang manuskrip kuno yang mencerminkan kejayaan Kerajaan Melayu Riau-Lingga pada abad ke-19, sekitar tahun 1824-1911 Masehi.

Salah satu catatan berharga dari era kerajaan tersebut adalah Mushaf Al-Qur’an yang ditulis melalui goresan tangan Abdurrahman Stambul.

Naskah berukuran 40 × 25 cm dan tebal 7 cm itu diabadikan dalam Masjid Raya Sultan Riau di Pulau Penyengat.  Naskah itu disimpan dalam kaca khusus di atas rehal lama yang diukir dengan motif unik.

Keunikan Mushaf Al-Qur’an yang telah melewati banyak zaman ini tidak hanya terletak pada ukurannya yang besar. Melainkan pada kesulitan membacanya; tanda-tanda bacaannya disamarkan. Pembaca harus memahami tulisan Jawi dan memiliki pengetahuan bahasa Arab yang mumpuni untuk menginterpretasikannya.

Tidak banyak catatan yang terkait eksistensi Abdurrahman Stambul sebagai penulis dari Mushaf Al-Qur’an itu.

Paling tidak itulah yang dikatakan oleh Ketua Yayasan Kebudayaan Inderasakti Pulau Penyengat, sebuah lembaga informasi Kebudayaan, Raja Malik Hamzah.

Raja Malik bersama institusinya juga dikenal berperan dalam menyelamatkan warisan intelektual Melayu dalam bentuk ratusan manuskrip dan naskah kuno.

Menurutnya, keberadaan Mushaf Al-Qur’an itu tidak terlepas dari status Penyengat pada zaman dahulu sebagai sentral pemerintahan Kerajaan Riau-Lingga sekaligus pusat pengembangan agama Islam.

“Jadi hal-hal yang berkaitan dengan pengembangan agama Islam dahulunya juga menjadi prioritas di pulau ini,” ungkap Raja Malik Hamzah kepada Ulasan.co, Senin 29 Januari 2024.

Hal tersebut dibuktikan dengan adanya sebuah perpustakaan lama yang didirikan Raja Muhammad Yusuf Al Ahmadi pada tahun 1886 Masehi di Pulau Penyengat. Perpustakaan itu bernama Khutub Khanah.

Di perpustakaan itu menyimpan ribuan naskah-naskah tulisan tangan dan kitab yang dibeli dari luar negeri, terutama dari jazirah Arab pada masa lampau.

“Kemudian ada juga peninggalan-peninggalan Al-Qur’an tulisan tangan,” tutur Raja Malik.

“Itulah mengapa di  Masjid Raya Sultan Riau, Pulau Penyengat terdapat Mushaf Al-Qur’an Abdurrahman Stambul” tambahnya.

Raja Malik mengungkapkan mushaf tersebut bukanlah satu-satunya koleksi yang dimiliki Masjid Penyengat. Masih ada beberapa Mushaf Al-Qur’an lain yang disalin oleh penulis berbeda. Namun, hanya Mushaf Al-Qur’an Abdurrahman Stambul yang dipamerkan ke ruang publik karena kondisinya yang masih utuh.

“Ada empat mushaf sebenarnya. Bahkan yang lebih tua ditulis pada tahun 1720-an Masehi, namun kondisinya sudah rusak,” tuturnya.

Raja Malik menceritakan, Mushaf Al-Qur’an Abdurrahman Stambul ditulis pada tahun 1867 Masehi oleh seorang laki-laki bernama Abdurrahman yang merupakan warga asli Pulau Penyengat berdarah Melayu-Bugis.

Abdurrahman diketahui pernah dikirim Kerajaan Riau-Lingga ke Istanbul, Turkiye. Ia dikirim untuk belajar oleh Yang Dipertuan Muda Raja Muda ke X Muhammad Yusuf Al Ahmadi pada masa Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah II (1857-1883 Masehi).

Sepulangnya dari Istanbul, ia kembali ke Penyengat untuk menjadi pengajar dan guru agama. Karena pernah belajar di Istanbul, maka lekatlah padanya nama Abdurahman Stambul atau Istanbul. Di tengah kesibukannya mengajar itulah, ia menyempatkan diri menulis salinan Al-Qur’an yang saat ini bisa disaksikan di pintu masuk Masjid Raya Pulau Penyengat.

Namun,  Raja Malik mengungkapkan, informasi tentang tahun kelahiran, durasi studi di Istanbul dan tahun wafatnya belum diketahui karena minimnya catatan sejarah.

“Sampai saat ini kami masih menelusuri dan mendalami informasi yang lebih lengkap tentang sosok Abdurrahman ini. Sejauh ini kita bisa menemukan namanya, salah satunya di halaman belakang Mushaf Al-Qur’an yang ditulis,” katanya.

Baca juga: Menikmati Air “Suci” Perigi Tua Pulau Penyengat

Tentang penempatan Mushaf Al-Qur’an di Masjid Raya Sultan Riau, Raja Malik menyimpulkan bahwa Al-Qur’an itu mungkin dihibahkan untuk koleksi masjid yang dulunya bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga tempat pembelajaran ilmu pengetahuan.

“Memang semenjak Kerajaan Riau Lingga tidak ada, segala peninggalan pusaka terutama Mushaf Al-Qur’an ditempatkan di Masji Penyengat” katanya.

Saat ditanyakan apakah Abdurrahman Stanbul tergabung ke dalam Rusydiah Klub, sebuah organisasi perkumpulan cendekiawan pada masa Kerajaan Riau-Lingga.

Raja Malik menampik hal tersebut. Menurutnya Abdurrahman Stanbul hidup jauh sebelum Rusydiah Klub didirikan pada 1892 Masehi. Selain itu, berdasarkan catatan buletin yang dikeluarkan Rusydiah Klub tidak ditemukan nama Abdurrahman Stanbul sebagai pengurus organisasi itu. (*)

Ikuti Berita Ulasan.co di Google News