Tanjung Pinang- Jarum jam menunjukkan pukul 05.00 pagi. Langit masih gelap, dan dingin subuh masih menahan masyarakat untuk memulai aktivitasnya. Tapi tidak bagi Endang Fatmawati (44). Setelah melepas mukenanya, perempuan paruh baya ini dengan sigap menyiapkan peralatan “perangnya”; sapu, serokan, karung, dan keranjang.
Dari Toapaya Asri, tempat tinggal Endang, dirinya sudah membayangkan sampah yang berserakan di sepanjang jalan tempat ia bekerja. Terkadang, ibu empat orang anak ini harus terburu-buru berangkat kerja dan lupa menyiapkan sarapan untuk anak dan suaminya. Karena sebelum pukul tujuh pagi, semua sampah itu harus hilang dari jalanan.
Ya, begitulah sosok Endang, salah satu petugas penyapu jalan di Kota Tanjungpinang. Lima tahun sudah Endang dan puluhan petugas penmyapu jalanan menjadi ‘penjaga kebersihan’ di kota sehingga terlihat rapi dan bersih.
“Saya sudah dari zamannya pak Lis Darmansyah. Lima tahun lah,” kisahnya.
Jalan utama D.I Panjaitan merupakan tempatnya berbakti. Tugasnya, membersihkan jalan dan trotoar sejauh tiga kilo meter. Ia bertugas sejak pukul 05.00 pagi WIB hingga pukul 10.00 WIB untuk regu pagi.
Endang tidak boleh terlambat dalam melaksanakan tugas. Jika terlambat, ia harus berhadapan dengan neraka lalu lintas di kota.
Apalagi dengan ditetapkannya oneaway (jalan satu arah), membuat suasana jalan utama kota Tanjungpinang tersebut sangat padat pada jam kerja. Namun hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi Endang, meski dapat membahayakan keselamatannya dalam bertugas.
“Pernah, mungkin karena keberatan bawa barang, sempat keserempet. Terus yang nyrempet main lari aja. Mungkin karena subuh jadi orang laju-laju bawa kendaraan,” katanya.
Pukul 10.00 WIB, saatnya rehat sejenak sampai pukul 11.00 WIB. Jeda waktu ini ia manfaatkan untuk melepas lelah dan kembali mengisi tenaga.
Bagaimanapun lelahnya, bekerja demi uang halal menjadi pilihan Endang. Terkadang, untuk menambah penghasilan, ia mengumpulkan sampah plastik dan kaleng untuk dijual kembali.
“Beginilah rutinitas kerja kami para petugas kebersihan di jalan kota. Meski gaji kurang, yang penting halal. Alhamdulillah, masih bisa untuk menyekolahkan anak-anak,” ungkapnya.
Endang mengaku akan berhenti menjadi tukang sapu jika anaknya sudah lulus sekolah. “Kami sudah senang bila anak-anak bisa sekolah sampai tamat. Setelah itu, mungkin saya dan suami akan berhenti menjadi tukang sapu, dan membangun usaha kecil-kecilan seperti berjualan atau usaha yang lain” katanya.
Sampai saat ini, status Endang dan petugas penyapu jalanan lainnya masih pekerja harian. Mereka mendapatkan pemasukan bulanan sesuai Upah Minimum Provinsi (UMP), namun tanpa tunjangan maupun asuransi.
Pemerintah Kota Tanjungpinang seharusnya lebih memperhatikan para petugas penyapu jalan dalam segi keselamatan dan kesejahteraan pekerja. Perannya sangat penting untuk kota Tanjungpinang sehingga perhatian ekstra harus dilakukan oleh pemerintah.
Bagaimanapun juga, belasan kali Kota Tanjungpinang mendapatkan Piala Adipura dan dinobatkan sebagai salah satu kota terbersih, tak bisa dipisahkan dari jasa dan peran tukang sapu jalanan.
Pewarta : Angesti Pedro
Editor : MD Yasir