JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta memutuskan menolak gugatan permohonan uji materiil (judicial review) Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, Rabu (31/8).
Uji materiil UU Pers ini dimohonkan oleh Heintje Grinston Mandagie, Hans M Kawengian, dan Soegiarto Santoso. Ketiganya mengajukan uji materiil UU Pers ke MK pada 12 Agustus 2021 lalu.
“Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK, Usman Anwar, yang memimpin sidang. Dengan demikian permohonan uji materiil terhadap UU Pers itu pun gugur.
Pada sidang itu, MK membantah beberapa argumen yang diajukan pemohon. Tudingannya, bahwa hanya Dewan Pers yang membuat aturan organisasi pers dimentahkan oleh MK.
Menurut MK, Dewan Pers telah memfasilitasi pembahasan bersama dalam pembentukan peraturan organisasi konstituen pers. Dalam hal ini tidak ada intervensi dari pemerintah maupun Dewan Pers.
Usman Anwar meneruskan, bahwa fungsi memfasilitasi dari Dewan Pers dinilai MK sudah sesuai dengan semangat independensi dan kemandirian organisasi pers.
Tuduhan itu, bahwa Pasal 15 ayat 2 UU Pers membuat Dewan Pers memonopoli pembuatan peraturan tentang pers juga dibantah MK. “Tuduhan monopoli pembuatan peraturan oleh Dewan Pers adalah tidak berdasar,” tutur Usman.
Tentang gugatan atas uji kompetensi wartawan (UKW), MK menegaskan, bahwa hal itu merupakan persoalan konkret dan bukan norma (aturan). Masalah ini juga sudah diputuskan pada tahun 2019, dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Soal kemerdekaan pers, MK menyatakan, Pasal 15 ayat 2 huruf (f) dan Pasal 15 ayat 5 UU Pers tidak melanggar kebebasan pers. Bahkan kebebasan berserikat, dan mengeluarkan pendapat pun tidak dihalangi oleh pasal tersebut.
Menanggapi keputusan tersebut, Wakil Ketua Dewan Pers, M Agung Dharmajaya mengaku bersyukur. Ia berpendapat, sembilan hakim MK telah menjalankan tugasnya dengan pikiran jernih dan bersikap adil.
“Itu juga menandakan tidak ada hal yang kontradiktif antara Pasal 15 ayat 2 huruf (f), dan Pasal 15 ayat 5 dalam UU Pers dengan UUD 1945. Justru pasal-pasal dalam UU Pers itu sinkron dengan UUD 1945,” ungkap dia.
Sedangkan anggota Dewan Pers, Ninik Rahayu mengutarakan, secara umum apa yang digugat oleh para pemohon adalah masalah konkret dan bukan norma.
Itu sebabnya, Ninik Rahayu mengimbau, agar semua konstituen pers yang merasa tidak puas atas ketentuan yang dibuat oleh organisasi pers hendaknya memberi masukan.
Dengan demikian, lanjut Ninik, nantinya masukan itu akan melengkapi dan memperbaiki ketentuan yang dibuat oleh insan pers tersebut.
“Dengan keputusan MK ini, kami berharap semua pihak bisa mematuhi. Tak hanya terbatas pada insan dan organisasi pers, akan tetapi pemerintah pun perlu mematuhinya,” kata Ninik.
Adapun dari Dewan Pers yang ikut menyaksikan jalannya persidangan adalah M Agung Dharmajaya, Ninik Rahayu, dan Asmono Wikan. Mereka hadir secara daring mendampingi pengacara Dewan Pers, Wina Armada SH.