BATAM – Pengadilan Agama (PA) Kota Batam, Kepulauan Riau, mencatat telah menangani 918 perkara cerai yang diajukan oleh pasangan suami istri sampai dengan 31 Mei 2022.
Ketua Pengadilan Agama Batam, Syarkasyi mengatakan, kasus perceraian ini didominasi faktor ekonomi dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). “Kalau kasus yang paling banyak kita tangani itu masalah ekonomi seperti suami yang tidak memberi nafkah istri, ada juga KDRT,” kata Syarkasi di Batam, Kamis (23/6).
Jika diuraikan, gugatan dari pihak istri atau cerai gugat masih mendominasi kasus yang masuk di tahun 2022 ini. Jumlah kasus cerai gugat yang masuk mencapai 683 perkara. Sementara yang diputus sebanyak 520 perkara, dikabulkan sebanyak 440 perkara, 56 perkara dicabut, empat ditolak dan 15 perkara tidak diterima, lima perkara lainnya digugurkan serta satu perkara dicoret.
“Jadi tidak semua perkara masuk itu diputuskan. Sebab, dari kasus yang masuk itu, akan dimediasi terlebih dahulu pihak pengadilan agama. Dan, ada juga setelah mediasi mereka mencabut dan tidak melanjutkan gugatan perceraiannya,” kata dia.
Sementara itu, untuk cerai talak, kasus yang masuk capai 235 kasus. Rinciannya 187 kasus diputuskan, 154 kasus dikabulkan, 19 perkara dicabut, tiga perkara ditolak, lima perkara lain digugurkan, lima perkara tidak diterima dan satu perkara dicoret. “Sama, jadi tidak semua perkara masuk itu diputuskan,” jelas Syarkasyi.
Baca juga: 570 Pasutri Ajukan Cerai ke Pengadilan Agama, Dipicu Masalah Perselingkuhan dan Ekonomi
Kelompok usia yang paling banyak melakukan perceraian adalah usia muda yakni 25 tahun hingga 40 tahun. Menurutnya, usia ini rentan mengingat ego kedua pasangan masih sangat tinggi yang dapat memicu keretakan rumah tangga.
“Kalau dari data kita paling banyak itu usia muda, rata-rata usia 25 tahun sampai 40 tahun,” tutupnya. (*)