Revisi UU Pemilu Perbaiki Kebutuhan Objektif Regulasi

Pemilu Presiden/Wakil Presiden dan pemilu anggota legislatif dijadwalkan pada tanggal 21 Februari 2024, sedangkan pilkada serentak nasional pada tanggal 27 November 2024. (Foto: Antara)

Undang-Undang Pemilu yang ada saat ini belum adaptif terhadap kondisi bencana nonalam, khususnya pandemi COVID-19.

Pandemi tidak bisa dipastikan sudah usai ketika penyelenggaraan Pemilu 2024 mendatang. Oleh karena itu, undang-undang perlu mengatur regulasi kepemiluan dengan situasi pandemi.

Jika tidak disempurnakan di tataran undang-undang, maka KPU nantinya bisa dipastikan menjadi tumpuan dalam melakukan terobosan penyesuaian hukum terkait dengan pengaturan pemilu.

Namun jika bertumpu hanya pada peraturan KPU dan bukan memperbaiki di level undang-undang, maka yang menjadi persoalan adalah peraturan setingkat KPU atau penyelenggara teknis itu memiliki keterbatasan.

Contohnya, ketika ingin menggunakan teknologi kepemiluan dalam mengakomodasi kondisi pandemi, hal itu memang bisa diatur teknisnya di peraturan KPU, namun landasan hukumnya tidak bisa bertumpu pada peraturan tersebut, haruslah kepada undang-undang.

Ketika hanya mengandalkan peraturan KPU, nantinya dikhawatirkan malah menjadi persoalan hukum dan bisa menjerat penyelenggara pemilu.

Titi mengatakan beberapa waktu terakhir keputusan politik lebih mengarah pada penghentian revisi Undang-Undang Pemilu karena pertimbangan-pertimbangan tertentu. Hal itu diharapkan bukanlah keputusan final dan masih ada peluang revisi undang-undang tersebut kembali dilanjutkan.

Atau pemangku kepentingan diharapkan memiliki solusi lain, seperti revisi terbatas untuk poin-poin penting saja demi mengakomodasi kebutuhan Pemilu 2024. Selain itu, harapannya pemerintah bisa mengatur dengan mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk hal-hal yang diperlukan dan belum diatur dalam UU Pemilu.

Perhatian
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komaruddin menilai ada beberapa hal penting yang perlu menjadi perhatian kalau Undang-Undang Pemilu direvisi.

Pertama, penyempurnaan undang-undang tersebut sebaiknya berdimensi jangka panjang, tidak setiap menjelang gelaran pemilu direvisi.

“Berdimensi jangka panjang bisa digunakan 30-50 tahun mendatang. Kalau setiap kali ganti, peserta pemilunya juga bingung karena undang-undangnya berubah-ubah,” kata dia.

Kedua, pada undang-undang yang berlaku saat ini masih ada celah bagi peserta dalam berkontestasi untuk melanggar undang-undang. Hal itu merupakan implikasi dari masing kurangnya soal sanksi bagi pelanggar undang-undang sehingga para peserta pemilu masih banyak menyiasati undang-undang dalam memenangkan pertarungan politik lima tahunan tersebut.

Ketiga, penyempurnaan undang-undang tersebut harus memperkuat penyelenggaraan pemilu yang berintegritas, bisa memastikan penyelenggara, peserta, dan pihak terkait lainnya menegakkan integritas pemilu.

Keempat, dalam revisi penting memastikan penggunaan sistem kepemiluan yang bisa digunakan dengan dimensi jangka panjang dan mengakomodasi teknologi kepemiluan.

Landasan hukum untuk sistem dan teknologi kepemiluan mesti terpenuhi sehingga penyelenggaraan memiliki dasar yang kuat dalam menggelar pesta demokrasi.

“Tetapi apakah diubah atau tidak kita serahkan pada pemerintah dan DPR yang membahas undang-undang itu. Cari jalan terbaik, cari kejadian-kejadian yang lama (kekurangan dalam penyelenggaraan), disempurnakan agar tidak terjadi lagi,” ujarnya.

Persiapan
Komisi Pemilihan Umum RI menyampaikan sejumlah langkah persiapan terus dilakukan untuk penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada 2024. Persiapan yang harus disusun sejak saat ini meliputi penyusunan regulasi, pengembangan aplikasi infrastruktur, uji coba, simulasi, dan waktu sosialisasi kepada stakeholder terkait bimbingan teknis.

Salah satu antisipasi yang perlu dilakukan, menurut KPU, adalah jika pandemi COVID-19 masih mewabah pada Pemilu 2024.

Sementara itu, sebagai lembaga penyelenggara pemilu, KPU menegaskan dalam menyelenggarakan pemilu dan pemilihan harus taat dan patuh pada peraturan perundang-undangan yang berlaku yang prinsipnya mengatur bahwa pemilu dan pemilihan serentak nasional akan diselenggarakan pada 2024.

Mengenai kewenangan dalam hal pembentukan dan perubahan UU ada pada pembentuk UU, dalam hal ini adalah DPR bersama pemerintah.

KPU selaku penyelenggara pemilu fokus pada tugas, wewenang, dan kewajibannya sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Atau sebatas memberikan masukan dan pengalaman menjalankan pemilu dan pemilihan kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) selaku perwakilan pemerintah dan DPR selaku perwakilan legislatif.

Pewarta : Antara
Redaktur: M Rakhmat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *