JAKARTA – China disebut sebagai biang kerok yang menyebabkan situasi di kawasan pasifik menjadi tidak aman oleh Perdana Menteri Selandia Baru, Chris Hipkins.
Hipkins mengatakan, kawasan Pasifik menjadi rawan konflik akibat sikap China yang makin tegas serta agresif di kawasan itu.
Ia juga menuturkan, akibat dari tindakan agresif China itu, maka situasi keamanan di kawasan pasifik menjadi lebih sulit diprediksi hingga kurang aman.
“Kawasan kami menjadi lebih rentan konflik, kurang bisa diprediksi, dan kurang aman,” kata Hipkins ketika berpidato di China Business Summit, Senin (17/7).
Hipkins kemudian berujar, “Dan itu menimbulkan tantangan bagi negara-negara kecil seperti Selandia Baru yang bergantung ke stabilitas dan prediksi, serta aturan internasional untuk kemakmuran dan keamanan kami.”
Dilansir The Guardian, Hipkins lalu menambahkan, penting bagi Selandia Baru terus mengajak China untuk mendengar dan membangun dialog.
“Kebangkitan China dan bagaimana mereka meningkatkan pengaruh merupakan pemicu utama persaingan strategis, terutama di kawasan rumah kami, di Indo-Pasifik,” ujar, seperti dikutip Reuters.
Baca juga: Vietjet Air Buka Rute Penerbangan Jakarta-Vietnam PP 5 Agustus
Lebih lanjut, Hipkins juga menyinggung situasi global yang kian kompleks hubungan Selandia Baru dengan China akan terus membutuhkan manajemen yang cermat.
Hipkins juga mengutarakan, bahwa negara yang dipimpinnya tak bisa bekerja sendirian. Pemerintah, lanjut Hipkins, betapa penting membangun kerja sama demi mengatasi tantangan global.
Pendekatan Selandia Baru, lanjut dia, akan sejalan dengan rekan kerja sama mereka yang satu pemikiran. Namun menurut Hipkins, berbagi ketertarikan dan nilai yang sama bukan berarti akan mengambil pendekatan yang sama.
“Terkadang ada kekuatan taktis dalam keragaman pendekatan untuk mencapai hasil yang sama,” sebut Hopkins.
Selandia Baru tercatat sering mengambil pendekatan yang lebih hati-hati ketimbang Australia, salah satu negara besar di Indo-Pasifik, terkait China.
Namun belakangan, Selandia Baru vokal mengkritik China mulai dari isu hak asasi manusia, tatanan berdasarkan aturan internasional, hingga potensi militerisasi di Indo-Pasifik.