KARIMUN – Serikat Pekerja Aneka Industri Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPAI-FSPMI) Kabupaten Karimun kecewa atas penolakan beberapa poin dalam Ranperda Penyelenggaraan Ketenagakerjaan Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau tahun 2022.
Ranperda itu ditolak oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Ketua SPAI-FSPMI Kabupaten Karimun, Muhammad Fajar mengaku kecewa atas penolakan poin perusahaan mengutamakan pengisian lowongan pekerjaan paling sedikit 70 persen dari masyarakat lokal (daerah tempatan).
Fajar mengatakan, dengan penolakan tersebut maka masuknya investasi tidak memberikan dampak yang baik terhadap pencari kerja asal Kabupaten Karimun.
“Intinya kami kecewa. Jangan sampai kita jadi wilayah yang investasinya masuk banyak, tapi ternyata tidak memberikan kesempatan seluasnya bagi masyarakat Karimun,” kata Fajar, Kamis (15/12).
Bahkan Fajar menilai hal ini bisa menjadi masalah ke depan di Kabupaten Karimun.
“Contohnya saja kita ada perusahaan besar seperti PT Saipem. Tapi jika kita tidak diberi kesempatan maka bisa akan menjadi masalah di kemudian hari. Lagian kan ada persentase juga untuk pekerja dari luar,” sebut Fajar.
Menurut Fajar, setiap daerah dapat mengambil kebijakan untuk mengambil langkah terbaik demi kemajuannya.
“Bicara aturan, seperti Undang-Undang otonomi daerah kan ada juga. Di mana memberikan kesempatan daerah menentukan kebaikannya sendiri,” ujarnya.
Terkait hal ini Fajar juga menyebutkan akan berkoordinasi dengan serikat pekerja atau organisasi terkait lain.
“Kita susun nanti. Mungkin kita akan bergerak juga dengan organisasi lain,” sebut Fajar.
Baca juga: Kemenkumham Tolak Ranperda Penyelenggaraan Ketenagakerjaan Karimun
Diberitakan sebelumnya, Kementerian Hukum dan HAM menolak beberapa poin tentang aturan ketenagakerjaan di Kabupaten Karimun.
Hal itu diketahui dalam Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Karimun tentang penetapan Ranperda Penyelenggaraan Ketenagakerjaan Kabupaten Karimun menjadi Perda, Selasa (13/12) siang.
Adapun poin pertama yang ditolak adalah tentang pengertian tenaga kerja lokal. Kemudian poin tentang perusahaan mengutamakan pengisian lowongan pekerjaan paling sedikit 70 persen dari masyarakat lokal. Lalu yang ketiga, ditolaknya kewajiban perusahaan jasa CPMI (Calon Pekerja Migran Indonesia) untuk menyetorkan uang jaminan sebesar Rp 50 juta. (*)