Sidang Maulana Rifai Terdakwa Kasus Penggelapan 8 Hektare Lahan, Saksi: Tak Nyangka Anak Angkat Setega Itu

TANJUNGPINANG – Sidang kasus dugaan penipuan dan penggelapan jual lahan kebun seluas 8 hektare (Ha) milik keluarga Almarhum Haji Ramli di Kampung Jeropet, Kawal, Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan kembali di gelar di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang, Rabu 08 Januari 2025.

Sidang kedua yang digelar tersebut dengan agenda pemeriksaan empat orang saksi, diantaranya saksi pelapor atas nama Risnawati alias iis, Ratna Sari dan Rini Sofriany dan satu orang pembeli bernama Tiwan. Ketiganya menyampaikan kesaksian masing-masing di ruang sidang.

Ketika Hakim Boy Syailendra menanyakan alasan apa saksi Risnawati melaporkan terdakwa Maulana Rifai alias Uul ke polisi. Risnawati menyampaikan awal laporannya adalah, terkait dugaan tanda tangannya yang dipalsukan dan penipuan.

“Laporan tanda tangan palsu saya tidak ditindaklanjut, yang diproses oleh penyidik hanya tindak pidana penipuan dan penggelapannya saja. Kalau tidak salah alasannya keterbatasan biaya untuk proses pembuktiannya,” kata Risnawati.

Risnawati menceritakan, jika ibu kandungnya (Hj Ciah Sutarsih) menyuruh dirinya untuk menanyakan terdakwa Maulana Rifai alias Uul tentang pengukuran ulang kebun kelapa milik orang tuanya tersebut. Lantaran menurut orang tuanya, terdakwa yang menawarkan diri untuk mengurus kebun tersebut.

“Kata orang tua kami terdakwa yang menawarkan diri untuk mengurus pengukuran ulang kebun kelapa itu, karena menurut cerita orang tua kami, kebun tersebut di serobot orang lain,” ucap Risnawai menjelaskan.

Untuk mengetahui kejelasan proses pengukuran ulang itu, kemudian Risnawati pun menghubungi terdakwa Maualana Rifai alias Uul, untuk menanyakan hasil ukur ulang dan surat lahannya,

“Saat ditanya yang pertama sekali terdakwa mengatakan kalau surat kebunnya ada di dalam lemari. Setelah dicari-cari surat tersebut tidak berada di lemari. Kemudian saya kembali menghubungi terdakwa untuk memperoleh kepastian, dimana keberadaan surat lahan kebun tersebut dan bagaimana hasil ukur ulangnya,” beber Risnawati.

Risnawati melanjutkan, ketika terdakwa Maulana Rifai datang ke rumah orang tuanya di Jalan Wiratno dan bertemu dengan terdakwa, dirinya kembali menanyakan surat lahan tersebut. Namun terdakwa Maulana Rifai, malah menjawab bahwa kebun tersebut sudah dijual.

Dalam keterangannya dihadapan majelis hakim, jaksa dan kuasa hukum terdakwa, saksi Risnawati mengaku bahwa orang tuanya tidak pernah memberikan kuasa tertulis untuk menjual tanah tersebut, akan tetapi saksi Risnawati mendengar jika orang tuanya mengatakan, kalau mau jual tanah tanyakan dulu ke kakak-kakak.

“Sampai tanah itu dijual dan surat kepemilikannya berubah baru kami ketahui dari kepolisian. Sebelumnya kami tidak mengetahui terdakwa jual ke siapa dan dia jual dengan harga berapa,” terang Risnawati.

Kesempatan yang sama, ketika penasehat hukum terdakwa bertanya siapa Yuslen, dan saksi Risnawati menjawab beliau adalah pemilik kebun awal, dan kalau bapaknya betnama Almarhum Haji Ramli.

“Lahan tersebut dibeli orang tua kami dari Pak Yuslen,” kata Risnawati singkat.

Lalu, Hendie Devitra penasehat hukum terdakwa bertanya kepada saksi Risnawati terkait pencabutan kuasa melapor, saksi Risnawati menceritakan jika terdakwa masuk ke rumah dan ke kamar orang tuanya pada tengah malam.

“Terdakwa masuk ke rumah orang tua kami pada tengah malam dengan bantuan asisten rumah tangga. Asisten rumah tangga yang membukakan pintu rumah. Waktu di kamar ibu kami, ibu kami bercerita kalau dia (terdakwa) akan di penjara 8 tahun karena laporan penjualan tanah itu,” terang Risnawati.

Berdasarkan cerita sang ibu, Risnawati menambahkan, terdakwa menyodorkan surat untuk di cap jempol yang tidak diketahui ibu kami apa isi dari surat tersebut. Terdakwa yang menuntun jari ibu kami untuk membubuhkan cap jempolnya,” sebut Risnawati menceritakan.

“Ibu kami menceritakan mama lagi tidur malam tiba-tiba Maulana Rifai alias Uul datang dan menyuruhnya untuk membubuhkan cap jempol penarikan kuasa saya sebagai pelapor,” ungkapnya lagi.

Untuk membatalkan upaya itu, Risnawati menyebutkan, dia beserta kakak beradik dan ibu kandungnya sudah membuat pernyataan tertulis dan audio visual yang berisi tentang pernyataan mencabut seluruh cap jempol orang tua kami diatas surat yang kami duga di karang-karang oleh terdakwa.

“Kami tidak menyangka anak orang lain yang dibesarkan ditengah keluarga kami dengan penuh cinta dan kasih sayang, tega berbuat seperti ini terhadap keluarga kami,” sebut Risnawati.

Selanjutnya, saksi bernama Ratna Sari mengaku baru tahu tanah kebun tersebut dijual pada tahun 2019 ketika di Polsek Gunung Kijang dan baru dilaporkan pada tahun 2022.

Selama dua tahun prosesnya jalan ditempat, sebelumnya akhirnya perkaranya di limpahkan ke Satreskrim Polres Bintan sekitar tahun 2023 lalu.

Kemudian saksi yang bernama Rini Sofriany mengaku, dirinya mengetahui lahan kebun kelapa 8 hektare tersebut adalah milik orang tuanya. karena semasa kecil dulu sering camping di area lahan tersebut.

Rini mengungkapkan, jika dirinya mengetahui tanah itu dijual oleh terdakwa Maulana Rifai dari sang adik yang juga saksi yaitu Risnawati.

Kemudian saksi yang juga pembeli bernama Tiwan membenarkan telah membeli lahan kebun kelapa 8 hektare tersebut dari Maulana Rifai alias Uul dengan harga Rp170 juta.

”Awalnya setelah melihat kondisi tanah saya tidak berminat. Tetapi beberapa hari kemudian Uul bawa surat tanah dan menawarkan harga Rp240 juta. Saya keberatan dengan harga segitu. Saya juga sempat berkomunikasi dengan ibu (Ciah Sutarsih) bahwa saya mau antar uang untuk DP sebesat Rp60 juta, tetapi ibu tak bisa jumpa karena sakit. Jadi uangnya saya titip Uul, dan buat tanda terima kuitansi, itu awal tahun 2017 di Jalan Wiratno, Kota Tanjungpinang,” kata Tiwan dalam kesaksiannya.

Saksi Tiwan mengaku tidak pernah tahu ada pengoperan hak untuk Uul atas surat tanah tersebut. Saat ini, lanjut Tiwan, tanah itu sudah dijual ke PT BAI dengan harga Rp600 juta.