Sirekap Sempat Kena Serangan Siber, Benarkah Penuh Kejanggalan?

Sirekap
Sirekap KPU. (Foto: Tangkapan layar)

JAKARTA – Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) Pemilu 2024 menjadi perbincangan publik belakangan ini.  Aplikasi milik Komisi Pemilihan Umum (KPU) itu menuai sorotan tajam masyarakat.

Sebab, ditemukan kejanggalan dugaan manipulasi data dalam rekapitulasi hasil Pemilu 2024.

Anggota KPU RI Betty Epsilon Idroos mengatakan, pada 14 Februari 2024 aplikasi Sirekap KPU mengalami serangan siber. Namun, serangan siber dapat diperbaiki dalam waktu dua jam.

Betty menjelaskan, Sirekap dilindungi oleh Web Application Firewall (WAF) dan anti-DDoS (Distributed Denial of Service). Perlindungan itu diklaim mampu memberikan pembersihan trafik secara efisien dan melindungi sistem pada saat akses ke aplikasi sangat tinggi.

“DDos sendiri adalah Distributed Denial of Service, serangan siber yang terjadi dengan cara membanjiri server dengan fake traffic internet yang diharapkan bisa lumpuh. Tujuannya adalah untuk mencegah pengguna lain mengakses layanan,” kata Betty dilansir dari Metrotvnews.com, Rabu malam 21 Februari 2024.

Pada 14 Februari 2024, beberapa website KPU mengalami serangan DDoS yang berakibat web kpu.go.id tidak dapat diakses sementara waktu. Namun, web pemilu2024.kpu.go.id, cek dptonline.kpu.go.id, info pemilu.kpu.go.id masih dapat berjalan dengan baik.

Sementara itu, Pakar Keamanan Siber Alfons Tanujaya menyampaikan, Sirekap merupakan penyempurnaan dari sistem sebelumnya yaitu situng. Dalam aplikasi Sirekap berhasil memangkas adanya campur tangan manusia dengan langsung menyambungkan data ke KPU pusat tanpa perlu perantara KPU tingkat kota.

Soal kejanggalan hingga dugaan manipulasi Sirekap, Alfons mengatakan,  perlu pembuktian yang ilmiah untuk membuktikan kecurangan dan kejanggalan sistem Sirekap.

Baca juga: Pemilu dan Angka-Angka

Baca juga: Ketua KPU Kepri: Penghentian Rekapitulasi Suara Tidak Berpengaruh di Kepri

Alfons menjelaskan terdapat anti Ddos dan akses lainnya dalam sistem keamanan Sirekap. Di mana jika terjadi serangan siber akan dilempar ke luar negeri untuk menghadapi serangan siber yang ada.

Namun, untuk pengamanan data, perlu dibuktikan secara jika memang terdapat data yang menunjukkan server data berada di luar negeri. Jika bukti kejanggalan hanya berupa huis, menurut Alfons hal itu belum menunjukkan bahwa server datanya ada di luar negeri.

Alfons menilai hal ini masih sesuai kaidah, karena KPU sudah menyatakan bahwa server pemrosesan berada di dalam negeri.

“Jika dikatakan server Sirekap datanya ada di luar negeri, harus ada pembuktian ilmiahnya, jadi gak cuman huis,” ucap Alfons dikutip dari merdeka.com.

Terkait dugaan manipulasi perolehan suara. Alfons menjelaskan bahwa sistem Sirekap menggunakan Optical Character Recommendation (OCR). Di mana eror dalam proses penghitungan masih dikatakan wajar jika jumlahnya masih di bawah margin.

“Terkait kesalahan penghitungan, kita perlu lihat bahwa Sirekap ini menggunakan Optical Character recommendation (OCR). OCR itu kan gak ada yang sempurna yah,” ujarnya.

“Kalau ada kesalahan penghitungan kita katakan 1% lah. Dari total TPS adanya 800.000 lebih, 1% nya kan itu sekitar 8000 lebih ya. Berarti kesalahan yang bisa terjadi dari OCR ini sekitar 8000 kesalahan. Nah kita perlu melihat kesalahannya lebih atau kurang dari itu,” katanya lagi.

Alfons  juga menekankan penting untuk memperhatikan kesalahan hasil penghitungan yang terjadi.

“Hal lain yang penting untuk diperhatikan adalah, kesalahannya bagaimana, wajar atau tidak. Kalau hanya salah satu paslon yang mengalami penggelembungan suara sementara paslon yang lain turun, itukan artinya direkayasa dong, kemungkinannya kan, dan itu patut dicurigai,” katanya.

“Sementara jika semua paslon mengalami penggelembungan suara, jadi ya bisa dipatahkan gitu lho indikasi kecurangan dari Sirekap ini,” kata Alfons.

Jumlah total dari suara harusnya secara otomatis lebih besar daripada jumlah setiap paslon. Jadi ada sistem Sirekap yang menampilkan jumlah salah satu paslon lebih besar dari jumlah total suara.

“Nah harusnya sistem Sirekap secara cerdas bisa mendeteksi. Kalau suara salah satu paslon lebih besar dari total ya jangan diteruskan, dipinggirkan dulu untuk diperiksa, sesudah lewat baru boleh diteruskan oleh Sirekap dan ditampilkan. Kira-kira seperti itu,” kata Alfons. (*)

Ikuti Berita Ulasan.co di Google News