BATAM – Suku Darat, salah satu suku asli Pulau Rempang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, kini hidup dengan segala keterbatasan.
Mereka tinggal dalam hutan yang bernama Kampung Sadap di Kelurahan Rempang Cate, Kecamatan Galang.
Hutan yang menjadi tempat mereka bergantung hidup kini tak bisa menjamin. Laut yang juga jadi andalan mereka kini terbatas karena sampan yang telah lama rusak.
Mereka hanya bergantung pada apa yang ada di sekitar mereka. Daun ubi yang hanya dijual Rp2.000 per kilogram.
“Panennya seminggu sekali, paling dapatnya cuma 30 kilo [kilogram],” kata Lamat, salah satu tetua Suku Darat, Jumat (03/11).
Lamat tak bisa baca dan tulis. Ia tak mengetahui berapa usianya dengan jelas. Lamat kini mendapat tugas baru, ia diminta menebas kebun milik seseorang tak jauh dari hutan tempat tinggalnya.
Setiap kali menebas, Lamat mendapat upah Rp2.000 per pohon dan akan dibayar setelah selesai menebas.
“Sehari bisa nebas 30 batang pohon kelapa kalau tak hujan. Kalau hujan paling 15 pohon,” kata dia.
Lamat sudah lama tak melaut mencari kepiting, sebab, sampannya telah lama rusak. Takada bantuan dari siapapun.
Lamat berharap ada yang mau membantu mereka memperbaiki sampannya, dan menyumbangkan alat tangkap kepiting. “Itu aja paling kami minta. Yang penting bisa cari makan lagi,” kata dia.
Baca juga: Update Rempang – Aktivitas Masyarakat Mulai Normal
Baca juga: Tim Advokasi Rempang Nilai Hakim PN Batam Tidak Imparsial
Ikuti Berita Ulasan.co di Google News