Tank Amfibi Era Soviet PT-76 Korps Marinir TNI AL Dimodernisasi

Tank tempur amfibi PT-76 yang dioperasikan Korps Marinir TNI AL. (Foto:Dok Marinir TNI AL)

SURABAYA – Tank amfibi PT-76 yang dioperasikan Korps Marinir TNI Angkatan Laut (TNI AL) kembali dimodernisasi oleh salah satu industri pertahanan swasta PT BTI Indo Tekno di Surabaya, Jawa Timur.

Modernisasi tank ringan amfibi produksi era Uni Soviet itu diketahui, saat Tim Ditjen Pothan Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI yang dipimpin Sesditjen Pothan Kemhan, Laksma TNI Sri Yanto, ST melaksanakan kunjungan kerja ke PT BTI Indo Tekno.

Kunjungan tersebut dalam untuk memantau kemampuan PT. BTI Indo Tekno terkait kemapuan memodernisasi Fire Control System, yang meliputi Electro Optics System, dan Fire Control Computer, serta perangkat pendukung lainnya.

Dengan memiliki sejumlah kemampuan itu, maka PT BTI Indo Tekno ditunjuk untuk meningkatkan kemampuan tempur tank amfibi PT-76 yang saat ini masih memperkuat pasukan Marinir TNI AL.

Penunjukkan industri dalam negeri untuk peningkatan kemampuan PT-76 tersebut, mengingat Pemerintah Indonesia selalu mendorong industri pertahanan dalam negeri untuk lebih maju dalam rangka memenuhi kebutuhan Alutsista TNI.

Tank PT-76 hingga saat ini masih mampu menunjukkan taringnya, dan kondisinya masih terawat dengan baik Korps Marinir TNI AL. Terlihat dari beberapa cuplikan video yang beredar luas di jagat maya.

Lahirnya Tank PT-76 Uni Soviet

Bahkan tank tua yang pertama kali muncul tahun 1954 itu, dirancang sejak pertengahan Perang Dunia II. Kendaraan lapis baja tersebut dihuni 3 orang awak.

Saat kemunculannya, PT-76 ini berfungsi utama sebagai kendaraan intai tempur di jajaran Angkatan Bersenjata Uni Soviet dan 23 negara lainnya.

Lantaran kondisi alam dan geografis Uni Soviet serta Eropa tengah dan timur terdapat banyak rawa, danau dan sungai besar. Maka Uni Soviet saat itu membangun tank yang ringan dan mampu berenang dengan andal serta didukung persenjataan yang mudah dioperasikan dan lahirlah tank amfibi PT-76.

Tank amfibi PT-76 keluaran pertama yang dioperasikan tentara merah Uni Soviet 1952. (Foto:Dok.thesovietarmourblog)

Secara fisik bobot kosong PT-76 yakni 13,5 ton, dan dalam keadaan siap tempur 14,5 ton. Agar mampu beroperasi di perairan dalam, tank ini hanya memiliki lapisan baja yang tipis, yaitu 14mm di bodi dan 17mm di turet meriam, tidak seperti tank sejenis di kelasnya.

Sementara itu, untuk mengurangi beban penumpang maka komandan tank juga merangkap sebagai pengamat medan, awak meriam dan operator radio.

Untuk penggeraknya, PT-76 mengandalkan mesin diesel jenis V-6 yang mampu menghasilkan 240 tenaga kuda atau 1.800 rpm.

Bahan bakar yang dibutuhkan adalah 250 liter solar (HSD), kemudian 60 liter air sebagai pendingin radiator serta menggunakan pelumas mesin jenis DCO.50 sebanyak 45 liter.

Persenjataan PT-76

Tank PT-76 secara standard dipersenjatai dengan 2 jenis senjata, yaitu sepucuk meriam berkecepatan rendah jenis D-56TM kaliber 76,2 mm dan sepucuk senapan mesin koaksial jenis SG-43 kaliber 7,62 mm.

Tambahannya, PT-76 juga dapat dilengkapi sepucuk senapan mesin penangkis serangan udara jenis DShK kaliber 12,7 mm yang ditempatkan di kubah yang memiliki sistem penggerak ganda, yaitu manual dan elektrik, yang mampu berputar penuh 360 derajat dalam tempo 20 detik.

Meriam D-56TM memiliki panjang laras 3,315 meter, dan mampu menembak beruntun sebanyak 40 kali dengan kecepatan antara 8 hingga 15 tembakan per menit, serta memiliki daya jangkau tembakan hingga 4 km.

Tank amfibi PT-76 resmi masuk ke dalam jajaran kesatuan kavaleri APRI sejak tahun 1962. Namun karena berkemampuan amfibi, maka sebagian besar tank ini lebih banyak dioperasikan oleh Batalyon Panser Amfibi Korps Komando Angkatan Laut (KKO AL), atau yang sekarang dikenal sebagai Batalyon Kendaraan Pendarat Amfibi Korps Marinir TNI AL.

Awalnya ranpur ini dipersiapkan untuk menunjang pelaksanaan operasi kampanye militer terbesar dalam sejarah Indonesia, yaitu Operasi Jayawijaya, yang saat itu digelar dalam rangka pembebasan Irian Barat.

Pada perkembangan selanjutnya, PT-76 secara aktif dilibatkan dalam berbagai kegiatan operasi keamanan di dalam negeri dan operasi militer seperti Dwikora (1964-1965) di perbatasan Indonesia–Malaysia, Operasi Seroja (1975-1979) di Timor Timur dan Operasi Pemulihan Keamanan Terpadu di Propinsi Nangroe Aceh Darussalam (2002-2005).

Modernisasi PT-76

Peremajaan kemampuan PT-76 pernah dilakukan tahun 1990 yang masih layak pakai. Peremajaan dan modifikasi PT-76 antara lain meliputi penggantian mesin diesel  V-6 Rusia yang berkekuatan 240 daya kuda, dengan mesin diesel 2 Tak 6 silinder jenis DDA V-92 T Turbo Charge seberat 1200 kg buatan Amerika Serikat yang berkekuatan 290 hp.

Penggantian ini memungkinkan PT-76 melaju di jalan raya dengan kecepatan hingga 58 km/jam, di jalan biasa 35 km per jam dan di medan terbuka 40 km per jam.

Kemudian penggantian meriam D-56TM, yang memiliki alur dan galangan berjumlah 32 buah, dengan meriam berkecepatan tinggi seberat 519 kg jenis Cockerill Mk.III A-2 kaliber 90 mm buatan Belgia.

Meriam baru ini memiliki panjang laras 3,248 m dengan jumlah alur dan galangan 60 buah serta dibekali 36 butir peluru berbagai jenis.

Personel Marinir TNI AL saat uji arung tank PT-76 dalam rangka perawatan rutin di perairan dermaga TNI AL di Surabaya. (Foto:Dok. Marinir TNI AL)

Meriam buatan Belgia ini memiliki jangkauan tembakan sejauh 2,2 km dan pada penembakan tunggal mampu mencapai 6 km.

Adapun sudut dongak meriam ini 36 derajat dan tunduk 6 derajat. Sementara itu senapan mesin DShK diganti dengan FN GPMG kaliber 7,62 mm buatan Belgia.

Sehingga, PT-76 yang ada saat ini di garasi Marinir TNI AL kondisinya sudah tak lagi sepenuhnya asli Uni Sovyet lantaran sudah dilakukan peremajaan karena termakan usia.

Walau usianya yang tua, namun prajurit Korps Marinir masih mampu berenang dengan PT-76 dengan lincah di perairan Indonesia.

Korps Marinir TNI AL kini sudah diperkuat berbagai jenis tank amfibi baik produksi timur yakni Rusia dan Barat seperti Amerika Serikat dan Eropa.

Untuk Rusia, Korps Marinir kini mengoperasikan BMP-3F. Sementara, untuk bikinan Amerika Serikat yakni LVTP-7A1 serta BTR-4EM bikinan Ukraina.