Terungkap, Banyak Pencari Suaka Asal Afghanistan di Bintan Bunuh Diri Karena Depresi

Bintan – Pencari suaka yang tinggal di Hotel Badra, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau (Kepri) yang mayoritas warga negara Afghanistan diketahui telah banyak melakukan aksi bunuh diri akibat depresi. Bahkan, aksi itu terjadi hampir setiap tahunnya.

Hal itu terungkap usai ratusan pengungsi Afghanistan melakukan aksi unjuk rasa di kawasan Hotel Badra pada Rabu (25/08) sore.

Koordinator aksi, Yahya Jamely mengatakan, sudah banyak rekannya yang mengalami depresi sejak tinggal di tempat penampungan tersebut. Menurutnya, depresi yang dirasakan para pengungsi lantaran tak kunjung mendapatkan kepastian status dari negara ketiga.

Negara ketiga yang dimaksud Kanada, Amerika Serikat, Australia, Slandia Baru dan sejumlah negara lainnya dan bahkan dari Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi atau United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR).

Selain itu, situasi di negara asal yang tidak kondusif dan mencekam juga menjadi menjadi salah satu penyebab utama sejumlah rekannya untuk mengakhiri hidup dengan melakukan aksi bunuh diri.

“Semua orang disini pasti depresi. Banyak dari kami yang sudah bunuh diri,” katanya.

Dikatakan Yahya , hingga saat ini telah lebih dari 15 orang rekannya yang melakukan aksi bunuh diri. Ia pun menambahkan, para pengungsi itu sudah kerap kali melayangkan aksi unjuk rasa. Namun, tuntutan para pengungsi itu tak kunjung membuahkan hasil.

Ia menegaskan, para pengungsi lainnya membutuhkan kejelasan status demi keselamatan mereka. Selama di Indonesia, mereka hanya bergantung pada dana yang diberikan International Organization for Migration (IOM) yang berjumlah Rp1,2 juta setiap bulannya.

Baginya, jumlah itu tidaklah cukup untuk memenuhi kebutuhan para pengungsi selama di tempat penampungan tersebut.

Para pengungsi itu mendesak, pihak terkait untuk segera memberikan kejelasan secepat mungkin.

“Teroris sudah mengambil alih seluruh Afghanistan, tidak ada yang aman. Selama tinggal di sini belum ada yang dengar suara kami dan cari solusi,” keluhnya sore itu.

“Kami mohon dan meminta agar suara kami didengar. Semua tidak ada yang bisa hubungi keluarga,” pungkasnya.

Pewarta: Muhammad Chairuddin
Redaktur: Albet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *