Tanjung Uma yang Terlupakan
Minggu 11 Juni 2022, Dinas Lingkungan Hidup Kota Batam memperingati Hari Lingkungan Hidup se-Dunia ke-50 di Pasar Botania II. Tema yang diusung hari itu “Satu Bumi untuk Masa Depan”. Dalam peringatan itu, sampah Tanjung Uma seperti takada menariknya untuk dibahas, bahkan takada disinggung dalam acara itu. Wakil Gubernur Kepri, Marlin Agustina Rudi, lebih memilih membahas aksi pemilahan sampah rumahan yang sudah dilakukannya ketimbang membahas isu sampah laut di daerah pesisir Kota Batam. Sudahlah lokasinya di ujung pulau, isu sampahnya juga tak disebut dalam perayaan Hari Lingkungan Hidup Se-Dunia ini. Tanjung Uma dan banyak daerah di pesisir Batam lainnya seperti tak ada dalam semesta.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Kabid Pengelolaan Persampahan Dinas Lingkungan Hidup Kota Batam, Faisal Novrieco, setiap harinya, sampah yang diangkut dari Tanjung Uma kurang lebih 10 ton per hari dari dua TPS (Tempat Penampungan Sementara).
Namun ia mengakui bahwa 10 ton sampah ini adalah jumlah yang diangkut oleh truk sampah dan belum termasuk sampah-sampah lain yang tak dibuang ke TPS. Masalahnya adalah sampah laut yang menumpuk bertahun-tahun di pesisir Kampung Agas, Tanjung Uma bukan sampah yang dibuang ke 2 TPS tersebut.
Herman Rozie, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Batam yang kami temui di sela-sela peringatan Hari Lingkungan Hidup se-Dunia mengatakan bahwa pihaknya terus melakukan berbagai upaya penanggulangan sampah. Program-program yang sudah dijalankan DLH Kota Batam antara lain kampanye pemilahan sampah, kampanye penggunaan kantong belanja multi-pakai, bank sampah dan juga penggunaan mesin penacah sampah plastik. Salah satu yang menurutnya vital adalah edukasi dan tindakan preventif.
Disinggung mengenai langkah konkrit yang mungkin bisa diambil dalam menyelesaikan masalah sampah ini, ia lebih memilih “menyentuh hati” masyarakat. Ini menurutnya karena langkah-langkah lain sudah pernah dilaksanakan dan nampak belum berhasil menyelesaikan permasalahan sampah di banyak tempat di Batam termasuk di Kampung Agas, Tanjung Uma.
Beberapa kali kegiatan gotong royong yang dilaksanakan pun menurutnya terkesan “memanjakan” masyarakat. Seharusnya kesadaran untuk membuang sampah pada tempatnya muncul dari masyarakat, bukan dari pihak luar.
Ia juga menyinggung tentang sanksi berupa denda bagi pembuang sampah secara sembarangan. Sanksi ini didasarkan pada Perda Kota Batam No. 11 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah. Sanksi ini tak nampak lagi dilaksanakan karena masyarakat menurutnya banyak yang mengeluhkan nominal denda sebesar antara Rp300 ribu – Rp50 juta dirasakan cukup berat. Berbagai upaya telah dilakukan, nyatanya persoalan sampah laut di pesisir Batam belum juga selesai.
Berbagai Penyakit Mengintai Masyarakat
Azhari Hamid, pemerhati lingkungan berbasis di Batam mengkritik langkah pemerintah terkait penanganan sampah di Tanjung Uma. Ia menilai, pernyataan Herman Rozie yang mengatakan bahwa perlu sentuhan hati kepada masyarakat tidak sepenuhnya tepat.
Pernyataan itu ada benarnya tapi tak cukup sampai di situ. Perlu ada tindakan lanjutan. Ia menyinggung komposisi sampah yang harusnya bisa didaur ulang. Penanganan dengan daur ulang ini sudah banyak dilakukan dan berhasil di daerah lain. Pemerintah daerah menurutnya memiliki kapasistas untuk meyediakan fasilitas pengelolan sampah daur ulang ini.
Kegiatan-kegiatan DLH Kota Batam menurutnya lebih banyak bersifat seremonial ketimbang fundamental. Apa yang dilakukan selama ini menurutnya belum mampu meminimalisir volume sampah di Kota Batam. Turut hadir dalam perayaan HLH se-Dunia di Pasar Botania 2, pengelolan sampah berbasis pemilihan yang dikampanyekan oleh Wakil Gubernur Marlin Agustina Rudi pun menurutnya hanya omong kosong. Kalau memang benar hal ini serius dilakukan pemerintah, harusnya sudah ada fasilitas pemilahan yang menjangkau hingga di RT dan RW.
Di balik permasalahan yang tak (pernah) selesai ini ada masalah lain yang tak kalah genting yaitu kesehatan. Walau keluhan mengenai masalah kesehatan jarang dilontarkan oleh warga Kampung Agas, Tanjung Uma, bukan berarti tak ada dampak kesehatan serius yang timbul dari sampah yang menumpuk tersebut.
Dihubungi via telepon, Gita Prajati, akademisi Universitas Universal Batam yang aktif meneliti isu lingkungan mengatakan memang dampak kesehatan dari sampah yang menumpuk di pemukiman warga tak dirasakan secara instan. Menurutnya, dampak kesehatan yang berasal dari sampah ini akan nampak dalam jangka panjang. Hal ini dikuatkan pula oleh Azhari Hamid yang mengatakan bahwa sampah plastik yang biasanya dibuang ke laut mengandung bahan polyethylene yang berbahaya jika terurai dan terkontaminasi tubuh manusia. (*)