Tolak Perpu Cipta Kerja, Buruh Unjuk Rasa di Kantor Wali Kota Batam

Buruh Unjuk Rasa
Buruh unjuk rasa di depan kantor Wali Kota Batam. (Foto: Muhammad Chairuddin)

BATAM – Sejumlah buruh yang tergabung dalam berbagai organisasi berunjuk rasa di kantor Wali Kota Batam, Kepulauan Riau, Jumat (13/01).

Buruh menggelar unjuk rasa menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

Dengan membawa atribut berupa bendera dan spanduk, para buruh itu terus berorasi menyampaikan aspirasinya.

Salah seorang koordinator aksi, Yafet Ramon mengatakan, aksi tersebut merupakan aksi Koalisi Rakyat Batam yang terdiri dari FSPMI, FSP TSK SPSI, FSP LOMENIK SBSI, FARKES KSPI dan SPRM.

“Tujuan aksi ini membawa satu isu, yaitu menolak atau tidak setuju dengan isi Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja,” katanya.

Ia menjelaskan, terdapat sembilan poin tuntutan para buruh yang berisikan permasalahan dalam Perpu tersebut. Kesembilan poin itu, yakni:

1. Pengaturan upah minimum

Upah minimum dihitung dengan memasukkan tiga variabel yakni pertumbuhan ekonomi, inflasi dan indeks tertentu. Para buruh menilai, Gubernur wajib menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP). Gubernur juga dapat menetapkan Upah Minimum Kabupaten/kota (UMK) apabila hasil penghitungan UMK lebih tinggi dari pada UMP.

Sementara pada Perpu itu pemerintah juga diberi kewenangan untuk menetapkan formula penghitungan upah minimum yang berbeda jika terjadi suatu hal tertentu.

2. Outsourcing

Menurutnya, Perpu Cipta Kerja masih mengatur ketentuan alih daya (outsource) yang tidak menjelaskan ketentuan yang mengatur batasan pekerjaan-pekerjaan apa saja yang dapat dialih daya.

Sistem outsourcing yang tentunya bertolak belakang dengan UU Ketenagakerjaan yang mengatur bahwa pekerjaan alih daya dibatasi hanya untuk pekerjaan di luar kegiatan utama atau yang tidak berhubungan dengan proses produksi.

3. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Dalam pasal 151 Perpu Nomor 2 Tahun 2022, tertuang hal yang mengatur tentang pemutusan hubungan kerja atau PHK.

“Ayat 1, pengusaha, pekerja/ buruh, serikat pekerja/ serikat buruh, dan pemerintah harus mengupayakan agar tidak terjadi PHK,” demikian termaktub dalam Perpu Cipta Kerja.

Kemudian ayat 2, disebutkan bahwa dalam hal PHK tidak dapat dihindari, maksud dan alasan PHK diberitahukan oleh pengusaha kepada pekerja/ buruh, serikat pekerja/serikat buruh.

Ayat 3, dalam hal pekerja/buruh telah diberitahu dan menolak PHK, penyelesaiannya wajib dilakukan melalui perundingan bipartit antara pengusaha dengan pekerja/ buruh, serikat pekerja/ serikat buruh.

Ayat 4, apabila perundingan bipartit sebagaimana dimaksud pada ayat 3 tidak mendapatkan kesepakatan, PHK dilakukan melalui tahap berikutnya sesuai dengan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

4. Uang pesangon

Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja juga mewajibkan pengusaha untuk membayar uang pesangon atau uang penghargaan masa kerja jika melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada pekerja atau buruh dengan beberapa ketentuan.

Pasal 156 ayat 1 dalam Perppu Cipta Kerja berbunyi apabila terjadi PHK, pengusaha wajib membayar uang pesangon atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.

4. Buruh kontrak

Ketentuan terkait pekerja kontrak tertuang pada Pasal 59 yang telah diubah. Dalam ayat 1 disebutkan bahwa Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu.

Pekerjaan yang dimaksud adalah sebagai berikut pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya, pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama pekerjaan yang bersifat musiman. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan. Pekerjaan yang jenis dan sifat atau kegiatannya bersifat tidak tetap.

Baca juga: FSPMI dan Partai Buruh Buka Posko Pengaduan Upah di Batam

6. Tenaga Kerja Asing

Pada Perpu itu, peraturan tentang Tenaga Kerja Asing (TKA) diatur dalam pasal 42. Pada ayat 1 disebutkan setiap Pemberi Kerja yang mempekerjakan Tenaga Kerja Asing wajib memiliki rencana penggunaan Tenaga Kerja Asing yang disahkan oleh Pemerintah Pusat.

Kemudian pasal 2, pemberi kerja orang perseorangan dilarang mempekerjakan Tenaga Kerja Asing.

Tenaga Kerja Asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam Hubungan Kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu serta memiliki kompetensi sesuai dengan jabatan yang akan diduduki.

Selanjutnya, ayat 5 tertulis tenaga Kerja Asing dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia.

7. Sanksi pidana

Bahwa Perpu ini juga mengatur sanksi pidana apabila terdapat pelanggaran dalam peraturan yang telah dimaktubkan.

8. Waktu kerja

Pasal 79 ayat 1 disebutkan pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti bagi pekerja. Waktu istirahat antara jam kerja paling sedikit setengah jam setelah bekerja selama empat jam terus-menerus, dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja. Sedang istirahat mingguan satu hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu.

9. Cuti

Cuti yang wajib diberikan kepada pekerja/buruh, yaitu cuti tahunan, paling sedikit 12 hari kerja setelah pekerja/ buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 bulan secara terus menerus.

Pada ayat 4, pelaksanaan cuti tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Kemudian ayat 5 menyebutkan, waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat 1, ayat 2, dan ayat 3, perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

“Selain itu terkait isu lokal, kami meminta agar gubernur kepri memanggil aplikator untuk segera menjalankan SK Gubernur No.1066, terkait tarif jasa minimum,” tegas Yafet. (*)