Jelang Pilkada 2024, Anggota MPO AJI Batam Tegaskan Jurnalis Bukan Jurkam

nggota Majelis Pertimbangan Organisasi Aliansi Jurnalistik Independen (MPO AJI) Nasional, Slamet Widodo (Foto:Randi RK/Ulasan.co)

BATAM – Menjelang pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024, anggota Majelis Pertimbangan Organisasi Aliansi Jurnalis Independen (MPO AJI) Batam, Slamet Widodo menegaskan bahwa wartawan adalah jurnalis bukan juru kampanye (jurkam).

Terkait pernyataannya itu, Slamet Widodo menjelaskan, pandangannya terkait perilaku beberapa media di Batam yang cenderung tidak netral. Jelang Pilkada 2024 Kota Batam, beberapa media terlihat condong ke calon tertentu.

“Tentu hal ini menjadi masalah ketika jurnalis tidak bisa netral,” ujar Slamet Widodo.

Slamet juga menyebutkan, seharusnya jurnalis tidak boleh merangkap menjadi tim sukses (timses).

Menurutnya, boleh saja jurnalis menjadi timses tetapi mereka harus menanggalkan predikatnya sebagai jurnalis.

Slamet mengakui bahwa keberpihakan adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari setiap manusia. Namun, jurnalis harus tetap menjaga profesionalitas, rasionalitas, dan tidak membawa emosi ke dalam kegiatan meliput sebuah pemberitaan.

“Jurnalis boleh berpihak, namun kepada kebenaran bukan pada kepentingan pribadi atau kelompok,” sambung Slamet.

“Jangan sampai kesukaan terhadap calon terbawa ke profesi,” tambah dia.

Slamet juga tidak menampik, situasi ekonomi pekerjaan jurnalis mungkin tidak selalu memadai. Namun, ia menekankan pentingnya jurnalis untuk menjaga iman dan integritas.

“Kuatkan iman, jurnalis tidak ada yang kaya segitu-segitu aja,” ungkapnya.

Menurutnya, jurnalis dan media tidak bisa dipisahkan. Oleh karena itu, jika ada perusahaan media yang bekerja sama dengan calon, harus dipastikan bahwa berita yang disajikan tetap proporsional dan menjaga profesionalisme.

“Jurnalis harus selalu memegang teguh kode etik dan melakukan liputan yang seimbang (cover both sides),” ujarnya lagi.

Apalagi menjelang Pilkada, kata dia, isu-isu seperti politik identitas dan kotak kosong akan semakin marak, sehingga jurnalis harus jeli dan memastikan bahwa disiplin verifikasi dijalankan dengan baik.

“Terutama dalam pemberitaan penyelenggaraan pesta demokrasi, yang ‘capable’ memberikan keterangan terkait penyelenggaraan Pemilihan adalah KPU dan Bawaslu,” sebut dia.

Selain itu, penting bagi jurnalis untuk memahami aturan yang berlaku, mengingat dalam satu bulan bisa ada lebih dari dua peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang keluar dan terkadang merevisi peraturan sebelumnya.

“Pemahaman ini penting untuk menghindari penyebaran hoaks, misinformasi, dan disinformasi,” pungkasnya.