PHRI Kepri Respons Apartemen di Batam Jadi Markas Judi Online

PHRI Kepri
Sekretaris PHRI Kepri, Yeyen Heryawan. (Foto: Dok/Yeyen Heryawan)

BATAM – Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kepulauan Riau (Kepri) merespons terkait penggerebekan dilakukan Kepolisian Daerah (Polda) Kepri di Apartemen Aston Batam Hotel and Residence. Penggerebekan itu dilakukan pada salah satu kamar yang dijadikan markas judi online.

Penggerebekan terjadi pada Jumat 22 November 2024 lalu di kamar nomor 12 lantai 2 dan kamar nomor 2 lantai 17, Apartemen Aston, Kecamatan Lubuk Baja, Kota Batam.

Dalam operasi tersebut, Ditreskrimum Polda Kepri menangkap 11 WNI, terdiri dari dua pemilik situs judi online berinisial CW (24) dan DN (23), serta sembilan operator berinisial AB, FJ, AI, ZA, WF, AD, SF, I, dan AF.

Sekretaris PHRI Kepri, Yeyen Heryawan, menjelaskan bahwa manajemen hotel atau apartemen biasanya hanya bertugas menyewakan kamar tanpa mengetahui aktivitas yang dilakukan penyewa. Terlebih unit apartemen seperti di Aston dapat diperjualbelikan atau disewakan kembali pemilik unit. Hal ini menyulitkan manajemen untuk mengontrol aktivitas di dalam unit.

“Saat pembelian unit biasanya ditanya apakah digunakan untuk tempat tinggal atau investasi. Manajemen hanya bersifat memanajerial, mengelola bangunan,” jelas Yeyen, Rabu 4 Desember 2024.

Menurutnya, manajemen hotel atau apartemen hanya memastikan identitas penyewa dan pembayaran sewa. Bahkan beberapa hotel syariah memiliki aturan tambahan seperti meminta bukti nikah. Namun aktivitas di dalam kamar tetap menjadi tanggung jawab penyewa.

Dalam kasus ini Yeyen menyebut bahwa kepolisian melalui unit cyber crime pasti sudah memiliki mekanisme mumpuni untuk mendeteksi aktivitas ilegal seperti judi online dan telah melakukan koordinasi sebelum penggerebekan.

“Kabid Humas Polda Kepri, Pak Pandra, menyampaikan bahwa hal ini bukan kesalahan manajemen, karena mereka hanya bersifat sebagai penerima tamu,” katanya.

Selain itu Yeyen menekankan pelayanan housekeeping di hotel hanya sebatas membersihkan kamar tanpa menyentuh barang-barang tamu, sehingga aktivitas di dalam kamar sepenuhnya menjadi tanggung jawab penyewa.

Saat tamu check-in mereka biasanya menandatangani kartu registrasi memuat aturan seperti larangan merokok di kamar non-smoking, larangan memindahkan furnitur, hingga kewajiban menjaga ketertiban. Jika ada kerusakan, pihak hotel akan menagih denda.

“Kejadian di Aston melibatkan kamar apartemen. Kalau mereka membuka usaha judi online di dalam kamar itu sudah di luar yurisdiksi manajemen,” tambah Yeyen.

Baca juga: Manajemen Sebut Tak Tahu Markas Judi Online di Apartemen Aston Sudah 7 Bulan Beroperasi

Ia juga mengungkapkan bahwa ini adalah pertama kalinya kasus seperti ini terjadi dan terungkap di Batam. Kendati begitu ia tidak menutup kemungkinan potensi terjadinya aktivitas ilegal lainnya di kamar hotel atau apartemen, seperti kasus love scamming yang sering terjadi.

“Contohnya aplikasi Michat yang digunakan untuk aktivitas kencan. Tiba-tiba ada tamu yang datang ke resepsionis mengaku telah membayar jutaan rupiah, tetapi ternyata ditipu pelaku love scamming,” jelasnya.

“Manajemen tidak pernah menyediakan layanan untuk hal-hal seperti itu,” tutupnya. (*)

Ikuti Berita Ulasan.co di Google News