JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengumumkan penetapan dua tersangka baru dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina Patra Niaga. Kini jumlah tersangka dalam kasus tersebut menjadi 9 orang.
Kedua tersangka baru itu yakni Maya Kusmaya selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga Pertamina Patra Niaga dan VP Trading Operation Pertamina Patra Niaga, Edward Corne.
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan 7 orang tersangka termasuk Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan serta tiga pihak swasta.
“Penyidik telah menemukan bukti cukup bahwa kedua tersangka diduga melakukan tindak pidana bersama tujuh tersangka yang telah kami sampaikan,” ujar Dirdik Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu 26 Februari 2025 malam.
Abdul Qohar menjelaskan, dua tersangka baru yang menyusul telah menjalani pemeriksaan sebagai saksi sejak pukul 15:00 WIB. Penyidik menemukan bukti cukup, atas keterlibatan keduanya dalam kasus korupsi tersebut.
Dia juga menyampaikan, penyidik Kejagung langsung menahan Maya Kusmaya dan Edward Corne untuk kepentingan penyidikan selama 20 hari ke depan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung.
Adapun 7 orang tersangka yang lebih dulu ditetapkan Kejagung telah menetapkan tujuh orang tersangka yakni Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga. Berikutnya SDS, selaku Direktur Feed stock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional.
Selanjutnya, YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shiping, serta AP selaku VP Feed stock Management PT Kilang Pertamina International.
Selanjutnya pihak swasta, yakni MKAN selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan YRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Mera.
Kejagung menyebutkan, total kerugian kuasa negara dalam perkara korupsi ini Rp193,7 triliun dengan rincian, nilai kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun, kemudian kerugian impor minyak mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp2,7 triliun.
Selain itu, kerugian impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp9 triliun, kerugian pemberian kompensasi (2023) sekitar Rp126 triliun, dan kerugian pemberian subsidi (2023) sekitar Rp21 triliun.