Bea Cukai Batam Gagalkan Upaya Penyelundupan Benih Lobster ke Malaysia

Benih Lobster yang berhasil diamankan personel Bea dan Cukai Batam (Foto:Dok/Bea Cukai Batam)

BATAM – Upaya penyelundupan benih lobster ke Malaysia kembali digagalkan Bea dan Cukai Batam di perairan Pulau Topang, Kabupaten Meranti, Provinsi Riau, Selasa 03 September 2024.

Kepala Bimbingan Kepatuhan dan Layanan Informasi KPU Bea Cukai Batam, Evi Octavia mengatakan, penindakan ini dilakukan oleh Direktorat Penindakan dan Penyidikan (P2) Bea Cukai bersama KPU Bea Cukai Batam, PSO Bea Cukai Batam, Kanwil Bea Cukai Kepulauan Riau, serta Yonif 10 Marinir/SBY Setokok Batam.

Evi menjelaskan, upaya penyelundupan ini terungkap dari laporan masyarakat mengenai sebuah kapal cepat atau high speed craft (HSC) tanpa dokumen yang diduga membawa benih lobster ke Malaysia.

Mendapat laporan itu, tim patroli laut yang terdiri dari tiga kapal patroli KPU Bea Cukai Batam BC10029, BC11001, dan BC7004, serta dua kapal patroli Kanwil Bea Cukai Kepri BC8005 dan BC15041 dikerahkan untuk mengejar kapal tersebut.

“Namun pengemudi HSC melakukan perlawanan dengan menabrakan badan kapal, sehingga kapal kandas di hutan bakau kawasan Pulau Topang, Kabupaten Kepulauan Meranti,” jelasnya.

Kapal cepat tersebut berhasil dikuasai dan dikendalikan, namun anak buah kapal (ABK) melarikan diri dan belum ditemukan hingga kini. Dia melanjutkan, kapal dan barang bukti lalu dibawa ke dermaga Bea dan Cukai di Tanjung Uncang untuk pemeriksaan lebih lanjut.

“Dalam pemeriksaan, ditemukan 39 boks berisi 250.000 ekor benih lobster pasir dan 25.000 benih lobster mutiara, dengan potensi kerugian negara mencapai 28,75 miliar rupiah,” ungkapnya.

“Benih lobster tersebut kemudian dilepasliarkan di perairan Jembatan 6 Barelang oleh tim yang terdiri dari berbagai pihak, termasuk Kepala Pangkalan Sarana Operasi Bea Cukai Batam, Dafit Kasianto,” sambungnya.

Ia menekankan, penyelundupan benih lobster ini dikenakan sanksi berdasarkan Pasal 102A Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara dan denda Rp5.000.000.000,00.

Selain itu, terdapat juga Pasal 88 jo Pasal 16 ayat 1 dan/atau Pasal 92 jo Pasal 26 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan serta Pasal 87 jo Pasal 34 UU Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan, dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara dan denda Rp3.000.000.000,00.