Cerita Pencari Suaka Afghanistan di Batam Menolak Kembali ke Negara Asal

Gedung non detensi Sekupang, Batam Kepulauan Riau. (Foto: Engesti)

Zia juga khawatir dengan nasib ketiga adik perempuannya yang kini tengah memasuki usia perkuliahan.

“Orangtuaku sudah tua, jadi kemungkinan untuk disakiti Taliban itu kecil. Tetapi adik-adik perempuanku masih muda, aku khawatir akan nasib mereka. Masa depan mereka. Mereka harusnya kuliah dan belajar, karena suatu saat akan menjadi orang besar. Harapan itu pupus selama Taliban ada di Afghanistan,” ungkapnya dengan nada khawatir.

Saat ini akses komunikasi yang sulit membuat dirinya tidak bisa menghubungi adik laki-lakinya. Ia menduga, adiknya telah kabur dari rumah lantaran takut dipaksa bergabung dengan Taliban dan ikut berperang, sejak Taliban menduduki ibu kota Kabul.

Sepengetahuannya, Taliban memang sering memaksa laki-laki di atas usia 15 tahun untuk angkat senjata melawan siapapun yang dianggap musuh.

Zia sendiri sebelumnya, bekerja sebagai relawan di sebuah klinik dalam program vaksinasi polio saat perang antar Taliban dan Pemerintah mulai berkecamuk, dan dibantu oleh Amerika Serikat.

Katanya, Taliban memburu warga yang masih ada kaitannya dengan Amerika Serikat. Dia bahkan sempat menyaksikan beberapa rekan seprofesinya tewas di ujung senapan.

Saat itulah dia membuang seluruh identitasnya sebagai relawan kesehatan, tidak lama berselang, karena merasa nyawanya terancam, Zia memutuskan meninggalkan Afghanistan dan mencari suaka ke negara lain.

Hal senada juga dilontarkan oleh Muhammad Reza, katanya pasukan Taliban sebagian besar merupakan warga Pakistan, yang membantu kelompok tersebut dalam memasok senjata.

Reza panggilannya, juga memberikan cap Taliban kurang baik lantaran kelompok bersenjata itu dinilai melanggar hak asasi manusia dan budaya. Salah satunya, perempuan tidak diizinkan keluar rumah tanpa baju yang tertutup plus burqa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *