Desain Surat Suara Calon Tunggal Pilkada Diubah, MK: Pilihannya ‘Setuju atau Tidak Setuju’

Spanduk Kotak Kosong
Salah satu spanduk dukungan kotak kosong di Bintan, Kepri. (Foto:Dok/Warga)

JAKARTA – Gugatan terkait desain surat suara untuk daerah yang memiliki calon tunggal pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK).

Terkait gugatan itu, MK meminta agar KPU mengembalikan desain surat suara ke model plebisit dengan keterangan ‘setuju’ atau ‘tidak setuju’.

Putusan tersebut dibacakan dalam sidang MK dengan perkara 126/PUU-XXII/2024, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis 14 November 2024. Perkara tersebut menguji materiil Pasal 54C UU 10 Tahun 2016.

“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK, Suhartoyo kertika membacakan putusan.

“Menyatakan Pasal 54C ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5898) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, “Pemilihan 1 (satu) pasangan calon dilaksanakan dengan menggunakan surat suara yang memuat nama dan foto pasangan calon serta 2 (dua) Kolon kosong di bagian bawah yang berisi/memuat pilihan untuk menyatakan ‘setuju’ atau ‘tidak setuju’ terhadap 1 (satu) Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, atau wali kota dan wakil wali kota”,” sambung Suhartoyo.

Dalam pertimbangannya, Hakim Saldi Isra menyampaikan, MK pernah memutuskan mengenai desain surat suara untuk calon tunggal menggunakan model plebisit. Hal itu diputuskan dalam Putusan MK Nomor 100/PUU-XI/2015.

Dia menjelaskan dengan model plebisit, pemilih diberi dua pilihan untuk memilih ‘setuju’ atau ‘tidak setuju’ dengan calon tunggal tersebut.

Jika opsi ‘setuju’ paling banyak dipilih, maka calon tersebut dinyatakan menang. Sebaliknya, jika opsi ‘tidak setuju’ banyak dipilih, maka perlu dilakukan Pilkada ulang.

Selain itu, MK menilai desain surat suara saat ini, yang hanya menampilkan gambar pasangan calon dan kotak kosong tidak bergambar akan menimbulkan kekhawatiran.

Sebab, lanjut Saldi, KPU tidak memberikan keterangan lebih jelas mengenai gambar dalam surat suara itu.

“Pada surat suara yang digunakan dalam pemilihan kepala daerah dengan 1 (satu) pasangan calon dimaksud, hanya terdapat keterangan “Coblos pada: Foto Pasangan Calon atau Kolom Kosong Tidak Bergambar’,” terang Saldi mengutip dektikcom.

Saldi juga mengatakan bahwa narasi keterangan tersebut bukan merupakan suatu bentuk narasi yang utuh dan komprehensif dalam penyajian suatu plihan.

Seharusnya, kata Saldi, narasi dalam surat suara calon tunggal dibuat dengan lebih jelas, agar tidak menimbulkan salah persepsi.

“Khususnya dalam hal ini bagi para pemilih tertentu, karena tidak semua pemilih mengerti bahwa kolom kosong merupakan sebuah tempat untuk menyatakan pilian tidak setuju jika satu-satunya pasangan calon yang telah ditetapkan oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota,” ungkapnya.

Desain surat suara baru berlaku di Pilkada 2029

MK menilai desain surat suara calon tunggal perlu untuk dikembalikan ke model plebisit dengan keterangan ‘setuju’ atau ‘tidak setuju’. MK menyatakan model plebisit dalam surat suara itu akan berlaku di Pilkada 2029.

“Mahkamah berpendirian terhadap model surat suara dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dengan 1 (satu) pasangan calon perlu dikembalikan kepada model plebisit, namun karena proses dan tahapan pencetakan surat suara pilkada serentak secara nasional tahun 2024, termasuk pilkada dengan calon tunggal, telah memasuki tahap menjelang pemungutan suara sehingga tidak memungkinkan dilaksanakan pada pilkada serentak secara nasional tahun 2024,” sebut Saldi.

“Oleh karena itu, desain/model surat suara baru dengan model plebisit dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dengan 1 (satu) pasangan calon dimaksud mulai I diberlakukan pada Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Serentak Nasional Tahun 2029,” tutupnya.