BATAM – Puluhan warga yang tergabung dalam Kesatuan Rakyat Penegak Pilkada JURDIL Kota Batam mendatangi kantor Bawaslu Batam, Kepulauan Riau, Selasa sore 3 Desember 2024.
Dalam aksi damai ini mereka membawa boneka pocong sebagai simbol protes, sekaligus menuntut pelaksanaan Pilkada ulang karena diduga terjadi kejanggalan dalam sejumlah prosesnya.
Para demonstran yang mengenakan ikat kepala putih membentangkan spanduk besar berisi lima tuntutan. Mereka juga menggelar orasi yang menyuarakan narasi “demokrasi telah mati” dan menyerukan agar Pilkada berlangsung transparan serta bebas dari kecurangan. Situasi di lokasi dijaga ketat oleh ratusan aparat kepolisian yang berdiri di balik kawat berduri.
“Kami ke sini karena rindu pada pemilu yang luber dan jurdil,” ujar Koordinator Umum Aksi, Binsar.
Binsar menjelaskan, massa turut menandatangani spanduk yang berisi petisi sebagai simbol kesepakatan untuk mendesak Pilkada ulang. “Petisi ini adalah wujud komitmen agar Pilkada berjalan sesuai prinsip kepemiluan,” katanya.
Menurut Binsar aksi tersebut dilatarbelakangi banyaknya dugaan pelanggaran kode etik oleh KPU dan Bawaslu. Ia menilai KPU Batam gagal menjalankan proses Pilkada dengan baik, termasuk distribusi undangan memilih yang tidak merata.
“Banyak warga yang tidak menerima undangan memilih, dan mereka yang hadir di TPS kerap menemukan lokasi pemungutan suara tidak sesuai dengan alamat di DPT,” ungkapnya.
Ia mencontohkan kasus di mana seorang warga mendapati TPS yang seharusnya tempatnya memilih ternyata tidak ada di lokasi. “Pemilih kebingungan dan akhirnya tidak bisa menggunakan hak pilihnya,” tambahnya.
Binsar juga menyoroti keberpihakan penyelenggara dalam debat pasangan calon (paslon) yang dinilai bekerja untuk kepentingan salah satu pihak. “Selain itu pengawasan Bawaslu terhadap laporan-laporan pelanggaran terlihat tumpul,” tegasnya.
Ia mengklaim banyak laporan masyarakat yang telah memenuhi unsur pelanggaran, namun dianulir oleh Bawaslu Batam. Oleh karena itu massa mendesak Bawaslu menindak tegas pelanggaran selama masa tenang, terutama praktik politik uang yang disebut dilakukan secara terang-terangan.
“Kan ada banyak OTT (Operasi Tangkap Tangan) waktu itu. Kami minta Bawaslu menyeret paslon yang terlibat sesuai aturan hukum,” serunya.
Baca juga: Ratusan Personel Polresta Barelang Siaga Jaga Kantor Bawaslu Batam
Binsar juga menyoroti dugaan pelanggaran netralitas ASN. “Bayangkan saja ada lurah yang terang-terangan berpose dengan simbol angka 2. Kurang bukti apalagi itu?” ujarnya.
Ia menilai penyelenggaraan Pilkada 2024 di Batam sebagai yang terburuk, dengan dugaan kuat adanya kendali dari salah satu peserta Pilkada terhadap Bawaslu. “Ini kan lucu penyelenggara diatur oleh peserta pilkada,” katanya.
Binsar menyayangkan minimnya tindakan Bawaslu terhadap laporan masyarakat. Bahkan laporan pelanggaran yang pernah ia ajukan berakhir dinyatakan tidak memenuhi unsur.
“Partisipasi warga dalam menemukan dan melaporkan pelanggaran jauh lebih tinggi dibanding Bawaslu. Kinerja Bawaslu nilainya nol,” pungkasnya. (*)
Ikuti Berita Ulasan.co di Google News