IndexU-TV

Glorifikasi Objektifikasi Perempuan Dalam Film “Selesai”

Film “Selesai” karya Tompi. (Foto: Antara/HO-Bioskop Online)

Kejahatan yang diterima oleh Ayudina tidak hanya dari suaminya, mertuanya yang menjadi alasan Ayudina bertahan dalam hubungan toksik tersebut tanpa disadari juga ikut menghakiminya.

Saat Ayudina dicurigai melakukan perselingkuhan, sang mertua (Marini Soerdjosoemarno) malah menyidang keduanya, dia meminta Dimas (Farish Nahdi), adik Broto yang dituduh menjadi selingkuhan Ayudina tanpa menghadirkan Anya yang menjadi selingkuhan Broto. Ibu mertua juga secara paksa memeriksa ponsel Ayudina sementara ponsel Broto, tak diusik sama sekali. Rengekan Ayudina yang meminta keadilan sang mertua sebagai “hakim” pun tak digubris.

Penghakiman juga ditunjukkan secara simbolik dari komposisi dan blocking dalam adegan Ayudina menangis dan duduk di tangga, dia meratap dan berkata : “pada akhirnya aku akan selalu sendiri”. Dia menjadi satu-satunya karakter yang posisinya di bawah, sementara semua orang, baik Broto, Dimas, Anya, Yani, dan ibu mertuanya hanya berdiri, melihat dia menangis tanpa ada satupun yang prihatin dengannya.

Tak sampai disitu, karakter Anya muncul dalam perspektif visual untuk memuaskan pandangan lelaki. Anya direpresentasikan sebagai perempuan manja yang tidak pintar. Karakter Anya dikenalkan lewat adegan hubungan intimnya dengan Broto di dalam mobil. Minim porsi, Anya kemudian hanya muncul sesekali dengan adegan yang lagi-lagi tidak lucu untuk sebuah sisipan komedi.

Anya misalnya melakukan sambungan video-call dengan Broto yang menari tanpa busana. Di lain adegan, Anya menelepon Broto di kamar mandi sambil bilang kalau “dia tak pernah pakai celana dalam”. Ada juga adegan Anya yang hanya pakai handuk bersama Broto. Rangkaian adegan ini dapat memperkuat stigma bahwa perempuan yang menjadi selingkuhan adalah perempuan yang hanya dapat menonjolkan kecantikan dan tubuhnya saja.

Sayang sekali film ini menjadi cacat karena hal-hal tersebut, padahal di awal cerita pengalaman dan pikiran Ayudina sebagai perempuan yang mengalami pernikahan yang tidak sehat sudah ditonjolkan. Dia mengibaratkan hubungan pernikahan seperti roti lapis yang membutuhkan selai untuk merekatkan keduanya, namun salah satu rotinya sudah busuk.

Film yang ditulis oleh Imam Darto itu memiliki satu latar tempat dan hanya mempunyai satu fokus permasalahan ini sayangnya tidak memiliki kedalaman dialog. Dalam waktu 86 menit, penonton tidak dapat menemukan alasan mengapa Broto mempertahankan hubungannya dengan Ayudina dan mengapa dia berselingkuh dengan orang yang sama hingga berkali-kali.

Apa yang diceritakan dalam film bisa jadi merefleksikan realita kehidupan berumah tangga. Banyak pasangan yang mencoba bertahan dalam hubungan yang tidak sehat, dan sering kali perempuan menjadi korban dan mendapat stigma buruk saat memilih bercerai.

Exit mobile version