GMNI Bukan Organisasi Preman, Kongres Harus Hargai Kemerdekaan Manusia

Tanjungpinang, Ulasan.Co – Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia Provinsi Kepulauan Riau (DPD GMNI Kepri) menyayangkan tindak kekerasaan yang terjadi di Kongres Kemaritiman Ke XXI di Kota Ambon yang telah menodai citra organisasi.

Terutama menciderai moto GMNI sebagai pejuang pemikir-pemikir pejuang, jika hal ini dibiarkan terjadi dalam tubuh organisasi maka GMNI lambat laun akan menjadi organisasi milisi sipil berbau preman atau semacam organisasi satgas.

“Sebagai organisasi yang mengusung moto Pejuang-Pemikir Pemikir-Pejuang tidak layak forum tertinggi dipenuhi dengan kekerasan dan intimidasi. Lama-lama GMNI bisa berubah jadi organisasi preman”, tegas Vernandes.

Menurut Kardoni Vernandes selaku ketua DPD GMNI Kepri jika tindak kekerasaan ini di biarkan akan menjadi tradisi di kemudian hari. Maka GMNI akan kehilangan marwah dan jati dirinya sebagai organisasi pejuang.

“GMNI harusnya berbasis intelektual. Pertarungan pemikiran. Bukan tukang pukul. Jika dibiarkan kita bisa jadi organisasi semacam Satgas. Hanya jalani perintah dengan kekuatan otot semata”, sambung Vernandes.

GMNI dulu melawan Orde Baru rezim yang otoritarian yang indentik dengan kekerasaan, pemaksaan dan intimidasi. Namun kini GMNI hendak belajar seperti Orde Baru itu pastinya bukan kader GMNI, kita perlu pertanyakan ke-GMNI-an nya.

“Lucunya kita melakukan seperti Orde Baru yang dulu kita lawan; memaksa, intimidasi dan pukul. Tidak menghargai kebebasan berfikir dan kemerdekaan bertindak. Jelas, yang macam itu bukan GMNI” ungkap Vernandes

Atas pertimbangan kebebasan akan kekerasan dan intimidasi inilah kongres dipindahkan ke Hotel Amaris. Dari forum inilah DPC dan DPD dapat menjalankan forum kongres dengan kehendaknya sendiri.

“Saya apresiasi keberanian Ketum dan Sekjen memindahkan forum kongres ke hotel Amaris. Jika tidak, kita akan terus mendapat tekanan. Percuma, forum kongres tidak menghargai kemerdekaan manusia” tutup Vernandes.