IndexU-TV

Hacker Sandera Pusat Data Nasional, Minta Tebusan 8 Juta USD

Ulustrasi aksi peretas atau hacker. (Foto:Net)

JAKARTA – Pusat Data Nasional (PDN) yang kini mengalami gangguan diakui merupakan dampak serangan siber ransomware atau modus pemerasan dari kelompok Lockbit 3.0.

Dengan adanya serangan siber terhadap PDN, beberapa sistem pelayanan publik lumpuh termasuk imigrasi.

Sementara pelaku yang menyerang PDN dilaporkan telah meminta tebusan uang senilai US$ 8 juta atau setara Rp131 miliar. PDN mengalami gangguan sejak Kamis 20 Juni 2024.

Laporan itu dibenarkan Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Hinsa Siburian mengatakan, pelaku serangan siber Ransomware jenis Brain Cipher melakukan enkripsi data yang telah dicuri, Senin 24 Juni 2024.

“Belum, lagi kita pelajari semuanya (uang tebusan dibayar). Kemungkinan ini pelakunya (hacker) dari luar negeri,” kata Hinsa Siburian, saat konferensi pers bersama Kemkominfo, di Gedung Kemkominfo, Jakarta Pusat, Senin 24 Jumi 2024.

Mengenai nasib keamanan data layanan publik pada PDN yang disandera hacker Hinsa mengatakan bahwa situasinya sedang tidak aman.

“Kalau dienkripsi (pelaku) sebenarnya tidak aman lah,” sambung dia mengutip tvonenews.

Dengan adanya potensi kehilangan data tersebut, Hinsa menjelaskan bahwa pihaknya BSSN sedang berupaya memulihkan kembali PDN.

Hinsa Siburian menambahkan, ransomware yang menyerang PDN RI adalah bentuk pengembangan baru dari ransomeware Lockbit 3.0 setelah ditelusuri oleh tim forensik BSSN.

Sebagai informasi, Pusat Data Nasional Sementara yang mengalami gangguan yang berasal di Surabaya dan Jakarta.

Kemudian Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC, Pratama Persadha jauh hari sudah menduga PDN terkena serangan siber dengan metode ransomware, atau peretasan yang diikuti dengan pemerasan.

LockBit 3.0 sendiri diketahui merupakan kelompok kejahatan siber yang terorganisasi, dan serangan ransomware yang dilakukan memiliki motivasi uang.

Palo Alto Networks, perusahaan keamanan siber juga menyebutkan kelompok ini menjadi yang paling dominan secara global termasuk di Asia Pasifik, untuk modus ransomware.

Sementara Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafid mengatakan, pihaknya tidak ingin menyalahkan siapapun terkait gangguan pada PDN.

Namun menurut Meutya, yang menjadi fokus saat ini adalah pemerintah harus segera membenahi masalah tersebut dari pada menyalahkan siapapun.

“Mau itu malfungsi, mau itu serangan siber. Tapi masalah utamanya ada pada ketidakcakapan cyber security kita. Jadi ini yang perlu diperbaiki,” ujar Meutya menegaskan.

Exit mobile version