Harta Karun Bawah Laut dan Sejarah Panjang Kepri dalam Pelayaran Internasional

Kegusaran Belanda terhadap Bajak Laut di Kepulauan Riau
Syahrul Rahmat, Dosen Sejarah STAIN Sultan Abdurrahman Kepri (Foto: Dok Pribadi untuk ulasan.co)

Menjaga Artefak, Merawat Sejarah

Sebagai bukti sejarah, kapal karam berikut artefak yang ada di dalamnya menjadi penting untuk dijaga. Merujuk pada Undang-undang Cagar Budaya Nomor 11 Tahun 2010, melestarikan warisan budaya bertujuan untuk meningkatkan harkat dan martabat bangsa, memperkuat kepribadian bangsa, meningkatkan kesejahteraan rakyat serta mempromosikan budaya bangsa kepada masyarakat Internasional. Menjaga dan merawat benda-benda bersejarah sama halnya dengan merawat peristiwa sejarah yang dimanifestasikan dalam bentuk benda, baik itu nilai historis dibalik penciptaan benda, maupun nilai historis dibalik keberadaan benda-benda tersebut di wilayah Kepulauan Riau.

Besarnya potensi benda cagar budaya maupun objek diduga cagar budaya di Kepri menuntut peran aktif dari berbagai unsur untuk ikut melestarikan. Di satu sisi, keberadaan cagar budaya bawah air yang ada di Kepri setidaknya dikawal oleh dua Lembaga pemerintahan, yakni Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sekalipun demikian, tetap saja sering ditemukan pengambilan secara illegal oleh oknum tertentu untuk keuntungan pribadi.

Dari segi regulasi, UU Nomor 11 tahun 2010 pada dasarnya sudah cukup untuk menindak aksi pencurian dan bahkan jual beli artefak. Hanya saja, kerap saja terjadi ‘kecolongan’, sehingga ada artefak yang sampai dilelang atau diperjualbelikan. Oleh karenanya, menjaga warisan budaya tidak hanya menjadi tanggungjawab aparat penegak hukum maupun stakeholder terkait. Akan tetapi dibutuhkan peran serta masyarakat luas untuk ikut terlibat aktif.

Namun, kemudian muncul pertanyaan, apakah seluruh masyarakat di Kepulauan Riau sudah memahami arti penting dari keberadaan benda cagar budaya? Inilah yang menjadi tugas lain yang juga tidak kalah penting, selain menjaga kelestarian benda cagar budaya itu sendiri. Pemerintah terkait yang dalam hal ini Dinas Kebudayaan Provinsi, Kabupaten/Kota dan Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah perlu memberikan sosialisasi kepada seluruh elemen masyarakat, apabila tidak memungkinkan untuk untuk mengadakan sosialisasi dan tatap muka, maka sosialisasi dapat dilakukan dengan membuat kampanye di media masa, media sosial, spanduk atau baliho terkait pentingnya melestarikan benda cagar budaya. Selain itu, pemerintah juga dapat bersinergi dengan menggandeng komunitas ataupun organisasi profesi yang bersinggungan dengan sejarah dan cagar budaya.

Keterlibatan akademisi atau pun perguruan tinggi juga tidak kalah penting untuk menjaga kelestarian cagar budaya, yang dapat dilakukan dengan melakukan penelitian. Sekalipun cagar budaya identik dengan kajian arkeologi dan sejarah atau ilmu sosial humaniora secara umum, akan tetapi cagar budaya juga dapat menjadi objek kajian bagi peneliti dari rumpun ilmu eksakta. Hasil kajian tentang cagar budaya dari berbagai rumpun keilmuan akan memberikan landasan akademis yang kuat untuk menjaga, mengelola dan mengembangkan potensi cagar budaya ke depannya. Mulai dari dikembangkan untuk kepentingan edukasi hingga untuk kepentingan pariwisata.

Selain melihat artefak yang sudah tersusun di museum, alangkah menariknya jika suatu hari nanti Kepulauan Riau memiliki destinasi wisata sejarah bawah air yang mengajak wisatawan untuk menyaksikan langsung artefak beserta kapal karam yang sudah tersimpan di dasar lautan selama ratusan tahun. (*)

Ikuti Berita Ulasan.co di Google News