Harta Karun Bawah Laut dan Sejarah Panjang Kepri dalam Pelayaran Internasional

Kegusaran Belanda terhadap Bajak Laut di Kepulauan Riau
Syahrul Rahmat, Dosen Sejarah STAIN Sultan Abdurrahman Kepri (Foto: Dok Pribadi untuk ulasan.co)

Penulis: Syahrul Rahmat
Dosen Sejarah STAIN Sultan Abdurrahman Kepri/Mahasiswa Doktor Peradaban Islam UIN Raden Fatah Palembang

Pada Selasa, 7 November 2023, ribuan barang muatan kapal tenggelam (BKMT) diamankan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP). Barang-barang tersebut terdiri dari koin kuno serta porselen berupa guci, piring kecil dan mangkok. Berdasarkan berita yang ditayangkan oleh Ulasan.co (08/11), total dari harta karun itu mencapai 1.218 buah.

Kasus pencurian harta karun di Kepulauan Riau (Kepri), yang pada dasarnya adalah artefak bawah air, bukanlah hal yang baru. Sejak lama, Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Batusangkar (sekarang menjadi BPK wilayah III Sumbar), kerap mendapatkan laporan terkait penangkapan terhadap oknum yang mengambil artefak-artefak itu secara illegal. Di sisi lain, kondisi tersebut cukup memberi penjelasan bahwa laut Kepri memiliki harta karun berupa artefak yang melimpah.

Artefak-artefak tersebut tentu tidak begitu saja ada di wilayah Kepri. Setidaknya terdapat dua poin penting dari adanya temuan ini, pertama bahwa Kepri adalah kawasan penting dalam pelayaran internasional, dan kedua Kepri memiliki warisan berharga yang tidak dapat diukur dengan angka, sebab artefak-artefak tersebut menyimpan nilai historis yang berkaitan dengan penguatan kepribadian bangsa.

Kepri dalam Sejarah Perdagangan dan Pelayaran Internasional

Keterlibatan kawasan Kepulauan Riau dalam pelayaran dan perdagangan internasional sudah ada sejak zaman prasejarah. Heather Sutherland, pada artikel berjudul Geography as destiny? The role of Water in Southeast Asian history ¬menyebutkan terdapat dua wilayah di Asia Tenggara yang menjadi titik penting dalam pelayaran, yaitu Selat Malaka dan Laut Jawa.

Pelayaran tersebut berkaitan dengan terjadinya ledakan perdagangan pada abad ke-5 sampai ke-3 sebelum masehi. Sebagai kawasan yang berada di antara Selat Malaka di bagian utara dan Laut Jawa di bagian selatan, maka tentu saja Kepri adalah wilayah yang ikut memainkan peran penting dalam pelayaran pada masa tersebut.

Hingga abad-abad setelahnya, pelayaran di kawasan ini mulai dicatat dalam sumber-sumber lokal. Pada abad ke-9 misalnya, prasasti Kalirungan yang ditemukan di Jawa Tengah memuat daftar nama-nama pedagang yang berasal dari kawasan Asia Tenggara dan Asia Selatan. Posisi geografis Kepri sangat memungkinkan para pelaut memililih laut di antara pulau Sumatera dan Kalimantan ini untuk melintas dari utara ke selatan.

Menurut Kenneth R Hall, pada periode abad ke-10 hingga 13, pusat perdagangan tidak lagi berada di kawasan Samudera Hindia. Perdagangn yang melibatkan para pedagang dari India, Timur Tengah dan Tiongkok itu mulai beralih ke wilayah laut China Selatan. Kondisi ini berdampak pada perkembangan wilayah lautan di semenanjung Melayu dalam urusan perdagangan maritim.

Pada periode-periode setelahnya, kejayaan wilayah laut di bagian timur Pulau Sumatera dan Semenanjung Melayu ini mulai menarik perhatian bangsa asing. Penaklukan Portugis atas Malaka pada 1511 menyimpan fakta penting bahwa kawasan ini memiliki peran yang besar terhadap dunia. Pasca Portugis, sejumlah bangsa Eropa lain kemudian ikut berupaya mendapatkan kuasa terhadap kawasan Selat Malaka dan wilayah laut di sekitarnya.

Lebih lanjut, pasca gugurnya Raja Haji pada Perang Riau di akhir abad ke-18, Belanda mulai menduduki Tanjungpinang dan menetapkan sejumlah aturan terkait pelayaran dan perdagangan di wilayah tersebut. Pada awal abad ke-19, Inggris mencoba mengalahkan dominasi Belanda dalam monopoli perdagangan dengan mendirikan pelabuhan di Singapura sebagai entrepot dalam perdagangan internasional. Poin penting dari adanya keterlibatan bangsa Asing dalam menguasai kawasan laut di ujung Semenjung Melayu ini tidak terlepas dari arti pentingnya sebagai nadi pelayaran dan perdagangan internasional.

Oleh karena itu, banyaknya temuan artefak bawah air di wilayah Kepri bukanlah sebuah hal mengejutkan. Narasi sejarah perdagangan dan pelayaran di kawasan Kepri sejak zaman dahulu seolah tiada putus. Hal ini cukup memberikan penjelasan bahwa sejak awal Kepri adalah bagian dari aktivitas pelayaran dan perdagangan internasional. Adanya temuan artefak yang diambil secara illegal atau pun yang didapatkan melakui proses ekskavasi kapal karam atau shipwreck, merupakan bukti fisik yang memberikan kita penjelasan tentang siapa saja yang telah beraktifitas di kawasan ini sejak lama.

Baca juga: KKP Amankan Harta Karun 1.218 Keping Guci Sampai Koin Kuno dari 3 Kapal di Perairan Kepri

Ikuti Berita Ulasan.co di Google News