TANJUNGPINANG – Fakta baru terungkap terkait jaringan TV kabel di Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau ternyata tak berizin alias ilegal.
Selain tidak serupiah pun menyumbangkan retribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD), jaringan mereka pun dinyatakan tegas oleh pihak PLN tidak memiliki izin alias ilegal.
Asisten Manajer PLN UP3 Tanjungpinang, Firmansyah Petrus mengatakan, bahwa jaringan TV kabel di Tanjungpinang menggunakan tiang listrik tidak memiliki izin dengan pihaknya.
Pernyataan tegasnya lainnya juga disampaikan Manajer Provider Internet-Iconnet, Kantor Perwakilan Batam-Kepulauan Riau, Imam Prasetyo yang mengatakan secara tegas, unit usaha TV Kabel ini menempel di aset PLN, pada dasarnya belum ada autorisation atau tidak mengantongi izin legal.
Berbeda dengan PLN, Iconnet merupakan layanan Internet Broadband dan TV yang memang sudah subholding resmi yang bekerjasama sejak Tahun 2022.
“Nah terkait ISP lain yang sekarang menempel di aset PLN, belum ada izin, belum ada autorisation, atau pun ilegal,” tegas Imam Prasetyo, dalam dialog U-Talk Ulasan TV, Rabu 17 Januari 2024.
Beroperasi sejak belasan tahun, usaha di bidang jasa telematika ini cukup berkembang dan meraup untung di Kota Gurindam saat ini.
Namun, pada kenyataannya usaha itu justru sering kucing-kucingan. Meski teguran verbal maupun imbauan resmi, sudah dilayangkan ke pihak perusahaan TV kabel di Tanjungpinang.
“Kami sering mendapat pengaduan masyarakat, kalau kabel ini sering dapat keluhan. Tapi setelah kami cek, ternyata bukan kabel kami. Kami sudah sering lakukan patroli, ketika ada ISP ilegal, maka kami akan langsung stop. Bahkan kami sudah pernah tempel stiker teguran, untuk teguran ke pihak owner-nya,” jela
Kerap kali bersinggungan dengan PLN, namun usaha TV kabel ini tidak juga menuruti arahan untuk membangun serta mendirikan tiang-tiang baru yang berizin.
Jangankan berpikir untuk bagaimana berkontribusi terhadap PAD, mengikuti langkah-langkah resmi yang diusulkan pihak PLN pun, kerap kali diabaikan pihak pemilik usaha TV kabel ini.
Kepala Badan Pengelolaan Pajak Dan Retribusi Daerah (BP2RD) Kota Tanjungpinang, Said Alvie turut angkat bicara mengenai persoalan ini.
Ia mengatakan, selama ini tak satu rupiah pun dipungut sebagai retibusi untuk disumbangkan ke pendapat daerah terkait jaringan TV Kabel tersebut.
Said juga menyampaikan, pihaknya segera berkoordinasi dengan setingkat OPD teknis yang membidangi masalah estetika Tata Kota dan Kepala Daerah, untuk membahas persoalan TV kabel.
BP2RD, lanjutnya, tidak dimuatkan secara aturan baik undang-undang maupun Perda. Karena usaha ini masuk kepada objek pajak PPN, namun terhadap objek pajak daerah tidak pernah dilakukan pemungutan.
“Kalau pajak ke daerah tidak ada, yang kami ketahui hanya PPN saja,” tegasnya.
Ia tidak menapik, bahwa forum pimpinan bahkan OPD terkait pun sudah atensi terhadap usaha TV kabel di Kota Tanjungpinang saat ini.
“Ke depan ini kami akan lebih fokus, nantinya terhadap pemanfaatan lahan yang digunakan untuk usaha ini. Jika potensi ada upaya baru terhadap pungutan pajak, maka kami akan lakukan ini,” terangnya.
Dari data Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Kepulauan Riau, terdapat 19 lembaga penyiaran berlangganan melalui kabel. Khusus di Tanjungpinang ada 4 lembaga. Sebagian besar ada di Kota Batam. Kontribusi TV kabel ini sangat berkontribusi bagi masyarakat khususnya siaran digital.
“Kami mendata sedikitnya ada 19 lembaga yang terdata se-Kepri, namun di Tanjungpinang ada empat lembaga,” terangnya.
Praktik-praktik ilegal TV kabel di Tanjungpinang ini, nyatanya sudah diatensi para legislator di DPRD Provinsi Kepri.
Usaha ini sudah cukup berkembang pesat, namun retribusi yang disumbangkan untuk PAD tidak ada sama sekali. Ini sangat disayangkan.
Ketua Komisi-II DPRD Kepri, Wahyu Wahyudin menyatakan, ke depan pemerintah harus segera membuat peraturan yang resmi bagaimana retribusinya bisa dimanfaatkan untuk daerah secara legal.
Menurutnya, adapun besaran potensi yang di dapat bisa diasumsikan mampu mencapai ratusan miliar.
“Kami akan dorong ke Pemerintah supaya digesa, dibuat Perda. Supaya keberadaanya dapat berkontribusi untuk daerah,” terangnya.
“Saya berharap PLN dan pihak pemilik usaha ini, segera melakukan kerjasama. Jika perlu PLN harus melakukan penertiban,” timpalnya.