BATAM – Ketua Asosasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Batam, Kepulauan Riau, Rafki Rasyid menilai dampak resesi global 2023 mulai terasa jelang akhir tahun ini.
“Ada beberapa perusahaan yang di Batam sudah menahan untuk tidak merekrut dulu. Artinya kalau kita lihat di akhir tahun ini lowongan pekerjaan sudah mulai melambat, buka sedikit saja,” kata Rafki di Batam, Rabu (23/11).
Ia memperkirakan, resesi global akan dimulai pada Maret 2023 mendatang. Ia menilai Batam atau Kepri belum tentu mengalami resesi, sebab pertumbuhan ekonominya masih positif.
“Tapi karena Batam terkoneksi dengan pasar global, kalau mereka resesi kita juga kena imbasnya,” kata dia.
Menurtnya, saat ini pengusaha tengah mengantisipasi imbas dari resesi global dengan cara perusahaan menahan diri untuk tidak membeli bahan baku banyak dan tidak merekrut banyak pekerja.
“Pekerjaan-pekerjaan yang ada itu yang diselsesaikan. Jadi siklus begitu, orderan itu masuk sekarang, pengerjaan tiga atau enam bulan lagi. Berarti kalau masih berjalan saat ini, berarti itu orderan yang masuk pertengahan tahun ini,” kata dia.
Lanjutnya, di akhir-akhir tahun ini pada bulan September hingga November banyak yang melaporkan sudah mulai sepi orderan.
“Berarti di awal tahun nanti sudah mulai ada pengurangan-pengurangan tenaga kerja. Ini yang dilaporkan perusahaan-perusahaan di Batam kepada kami,” kata dia.
Bahkan salah satu perusahaan ada melapor kepada pihkanya, jika ia memiliki 500 lebih tenaga kerja. Namun, yang masih aktif bekerja hanya 50 karyawan saja.
“Yang lain menghabiskan waktu di rumah saja. Itu yang terjadi karena tidak ada order yang masuk,” kata dia.
Mereka berharap di bulan Desember mendatang perusahaan tersebut mendapat dapat orderan, meski baru akan dikerjakan Februari atau Maret 2023 mendatang.
“Mudah-mudahan takada terjadi perusahaan yang gulung tikar akibat dampak dari resesi global ini,” kata dia.
Rifki mengatakan, badai resesi pasti akan datang, besar dan kecilnya masih belum bisa dipastikan. Namun, ia berharap badai itu tak terlalu besar, sebab imbasnya juga akan besar.
“Kita lihat nanti, badainya memang akan datang, tapi harapan kita jangan terlalu besar. Artinya ada ancaman resesi global, tapi sebelum itu terjadi, negara-negara yang berperang sudah mulai mengambil langkah damai. Agar permintaan dari pasar global naik lagi,” kata dia.
Rifki menilai perusaahaan di Batam akan lebih terasa dampaknya dari pada perusahaan yang ada di Jawa. Sebab, perusahaan tersebut masih bisa menjual ke pasar dalam negeri. Target mereka selain ekspor bisa juga menjual di dalam negeri.
“Batam kan enggak bisa, kita sudah bebas biaya masuk, biaya PPN, PPnBM, kalau kita mau jual pasar dalam negeri lebih mahal jatuhnya. Ongkos transportasinya juga mahal, makanya kita mengharap tergantung pasar ekspor,” kata dia.
Mengantisipasi dampak tersebut, pihaknya telah berkoordinasi dengan pemerintah daerah, BP Batam hingga pemerintah pusat.
“Kita sampaikan supaya disiapkan langkah-langkah antisipasinya. Di BP kita masih ada perizinan PMA [Penanaman Modal Asing] yang menggantung, misalkan tergantung dengan kementerian dan lemabaga terkait di pusat mohon dibantu segera diselsaikam sebelum masuk 2023 ini,” kata dia.
Ia mecontohkan salah satu seperti izin amdal untuk PMA masih menggantung di KLHK. Pihaknya minta bantu BP Batam segera selesaikan agar nantinya perusahaan yang mengajukan ini bisa aman dan tidak was-was.
“Memang masih beroperasi, tapi tidak ada izin amdalnya, karena tergantung dan sudah habis. Ketika diurus tidak keluar-keluar sampai sekarang sudah setahun lebih,” kata dia.
Baca juga: Apindo Batam: Pemerintah Gegabah dan Ugal-Ugalan Terbitkan Permenaker Nomor 18 Tahun 2022
Pihaknya terus melakukan koordinasikan dengan pemerintah. Menurutnya, mana-mana yang bisa dilakukan pemerintah untuk pengusaha bisa dilakukan dengan mudah.
“Mana-mana di luar kendali yang sama-sama kita hadapi. Prinsin Apindo koordinasi dengan stakeholder, pemerintah atau asosiasi lain dan perusahaan di luar negeri,” tutupnya. (*)