Ketua PC-FSPMI Batam Nilai Program Tapera Tidak Tepat Diterapkan, Ini Alasannya…

Ketua PC Serikat Pekerja Elektronik dan Elektrik (PEE) FSPMI BATAM, Masrial (Foto:Randi RK/Ulasan.co)

BATAM – Ketua PC Serikat Pekerja Elektronik dan Elektrik (PEE) FSPMI Batam, Masrial, turut mengkritik program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang diinisiasi pemerintah.

Menurut Masrial, program tersebut belum tepat dilaksanakan saat ini karena akan membebani upah buruh.

Meskipun kebutuhan perumahan adalah kebutuhan primer seperti makanan dan pakaian, Masrial menilai kondisi saat ini tidak mendukung Tapera diterapkan.

“Program Tapera dijalankan dengan memotong upah buruh justru membebani buruh dan rakyat,” kata Masrial.

Menurut Masrial, program Tapera dinilai belum tepat, karena belum ada kepastian apakah buruh yang bergabung akan otomatis mendapatkan rumah.

Selain itu menurut dia, secara akal sehat iuran Tapera sebesar 3 persen dengan rincian 0,5 persen dari pengusaha dan 2,5 persen dari buruh, dinilai tidak cukup untuk membeli rumah pada usia pensiun atau saat PHK.

Masrial menerangkan saat ini, upah rata-rata buruh Indonesia adalah Rp3,5 juta per bulan. Bila dipotong 3 persen per bulan, maka iurannya adalah sekitar Rp105 ribu per bulan atau Rp1.260.000 per tahun.

Karena Tapera adalah tabungan sosial, maka dalam jangka waktu 10 tahun sampai 20 tahun ke depan, uang yang terkumpul adalah Rp12.600.000 hingga Rp25.200.000.

“Pertanyaan besarnya adalah, apakah dalam 10 sampai 20 tahun ke depan ada harga rumah segitu?,” sambung Masrial.

Baca juga: Apindo Batam: Tapera Bebani Pekerja dan Pengusaha

Menurutnya, sekali pun ditambahkan keuntungan usaha dari tabungan sosial Tapera tersebut, uang yang terkumpul tidak akan mungkin bisa digunakan buruh untuk memiliki rumah

“Sehingga iuran 3 persen yang bertujuan, agar buruh memiliki rumah adalah kemustahilan belaka,” ujarnya menegaskan.

Terlebih lagi menurutnya, dalam lima tahun terakhir, daya beli buruh turun 30 persen. Hal ini akibat upah tidak naik hampir 3 tahun berturut-turut.

“Bila dipotong lagi 3 persen untuk Tapera, tentu beban hidup buruh semakin berat. Apalagi potongan iuran untuk buruh lima kali lipat dari potongan iuran pengusaha,” ungkapnya.

Masrial menambahkan, menurut UUD 1945 pemerintah bertanggung jawab menyediakan rumah yang terjangkau bagi rakyat, seperti halnya program jaminan kesehatan dan ketersediaan pangan yang murah.

Namun, sayangnya dalam program Tapera, pemerintah hanya mengumpulkan iuran dari rakyat dan buruh tanpa memberikan kontribusi.

Hal itu dianggap tidak adil, karena ketersediaan rumah seharusnya menjadi tanggung jawab negara dan hak rakyat.

Oleh karena itu, menurutnya, program Tapera tidak dapat dijalankan dengan tepat tanpa kontribusi iuran dari pemerintah.

Selain itu, Program Tapera terkesan dipaksakan hanya untuk mengumpulkan dana dari berbagai kalangan masyarakat seperti buruh, PNS, TNI-Polri, dan masyarakat umum.

Dia juga khawatir korupsi akan merajalela di Tapera, mirip dengan yang terjadi di ASABRI dan Taspen.

“Tapera belum tepat dilaksanakan, tanpa ada pengawasan ketat yang melekat untuk mencegah terjadinya korupsi,” tuturnya.