IndexU-TV

Kirim PMI Ilegal ke Malaysia, Dua Warga Moro Ditangkap Polairud Polda Kepri

Kirim PMI Ilegal ke Malaysia, Dua Warga Moro Ditangkap Polairud Polda Kepri
Konferensi pers di Mako Ditpolairud Polda Kepri, Sekupang, Batam, Kepualan Riau. (Foto: Muhamad Ishlahuddin)

Selain itu, mereka juga berhasil mengamankan tujuh orang PMI di Kampung Judah, Desa Keban, Moro, Karimun yang diduga melarikan diri pada saat timnya melakukan pemeriksaan di rumah penampungan tersangka inisial I.

“Jadi total ada 22 calon PMI yang akan di berangkatkan tanpa dilengkapi dokumen resmi, berhasil kita selamatkan. Terdiri dari sebelas orang perempuan dan sebelas orang laki-laki,” kata dia.

Menurut Nanang, modus pelaku merekrut PMI ini beragam. “Ada yang diberangkatkan dengan tidak membayar, ada juga yang diimingi kerja,” kata dia.

Jika calon PMI yang membayar, mereka dipatok harga kurang lebih Rp4 juta per orang.

Fir, salah seorang calon PMI asal Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat mengatakan, mendapat informasi keberangkatan ke Malaysia ini melalui grup sosial media Facebook.

“Saya dapaf info dari FB katanya berangkatnya gratis. Saya di kampung sudah tak ada kerja. Saya juga dulu sering masuk Malaysia tapi resmi,” kata dia.

Fir, diimingi akan bekerja di sebuah perkebunan sawit dan nanti biaya keberangkatannya akan dipotong dari gaji yang didapatkan selama dua bulan bekerja.

Ia pun mengaku menyesal berangkat dengan cara tidak resmi. “Saya kapoklah, tak mau lagi, kasihan istri jadi khawatir di kampung,” kata pria itu.

Menurutnya, pengungkapan pelaku ini bentuk keberhasilan dan keseriusan dari Polda Kepri melalui Ditpolairud Polda Kepri dalam mengungkap jaringan pengiriman PMI ilegal.

“Barang bukti yang berhasil kita amankan adalah dua unit telepon genggam merek Samsung warna putih dan merek Nokia. Satu unit Speed Boat Tanpa Nama berwarna biru bermesin tempel merek Yamaha 2×200 PK,” kata dia.

Terhadap kedua tersangka diterapkan undang-undang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (Pasal 81 dan Pasal 83) dengan ancaman paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp15 miliar. (*)

 

Exit mobile version