Legislator Batam Khawatirkan Dampak Unjuk Rasa Buruh Terhadap Minat Investor

DPRD Batam
Legislator Batam Udin P. Sihaloho. (Foto: Muhammad Chairuddin)

Udin merasa khawatir, aksi demo yang dilakukan terus-menerus tersebut dapat mengulang kejadian beberapa tahun lalu, di mana beberapa investor memilih untuk hengkang dari Batam.

Ia berharap pemerintah kota, serikat pekerja, dan pengusaha dapat duduk bersama untuk membahas dampak dan solusi yang diperlukan. Kehadiran investor, menurut Udin, sangat dipengaruhi oleh keputusan politik dan iklim ekonomi yang baik di Indonesia.

“Karena apapun ceritanya, keputusan politik itu juga sangat berpengaruh dalam mendatangkan investor ke sini. Mereka juga melihat kalau iklim ekonomi disini baik, mereka akan aman dan nyaman dalam berinvestasi. Tetapi jika sebaliknya, tentu mereka akan berpikir ulang untuk berinvestasi di sini,” ujarnya.

Ratusan massa buruh yang tergabung dalam Koalisi Rakyat Batam berunjuk rasa di depan Kantor Wali Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, Selasa (14/11).

Dalam aksinya, para buruh membentangkan spanduk yang berisikan dua poin tuntutan mereka. Pertama, para buruh meminta Wali Kota Batam untuk mengusulkan atau mempertimbangkan penyesuaian Upah Minimum Kabupaten/ Kota (UMK) tahun 2024 sebesar 15 persen atau sekitar Rp675.066.

Kedua, para buruh mendesak Wali Kota Batam dalam menetapkan UMK 2024 tidak mengacu pada formula penyesuaian upah yang diatur dalam PP 51 tahun 2023 tentang Pengupahan.

Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Yapet Ramon mengatakan, permintaan kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) sebesar 15 persen mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015, di mana formulasinya yakni pertumbuhan ekonomi ditambah inflasi dan survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

“Pada Minggu (05/11) lalu, kami telah melakukan survei di enam pasar yang ada di Batam, diantaranya yakni Pasar Botania 1, Pasar Angkasa Bengkong, Pasar Pancur Sei Beduk, Pasar Aviari, Pasar SP Plaza dan Pasar Fanindo. Kita mendapat nilai rata rata di situ di angka Rp5,1 juta hingga Rp5,3 juta,” ujarnya.

Artinya, lanjut Yapet, jika menggunakan menggunakan formulasi PP 78, maka pertumbuhan ekonomi secara nasional sebesar 4,8 persen ditambah inflasi 2,56 persen, totalnya adalah delapan persen.

“Dari jumlah tersebut, ada penyesuaian yang kita anggap berpengaruh terhadap daya beli buruh tahun depan sekitar tujuh persen,” katanya.

“Sehingga kalau kita jumlahkan secara keseluruhan, maka nilainyabyakni 15 persen untuk,” tambah Yapet. (*)

Ikuti Berita Ulasan.co di Google News