Limbah Minyak Hitam Lumpuhkan Aktivitas Ekonomi di Kampung Melayu Batam

Kawasan pantai di Kampung Melayu, Nongsa, Batam yang tercemar limbah minyak hitam. (Foto:Muhammad Chairuddin/Ulasan.co)

BATAM – Aktivitas perekonomian warga di Kampung Melayu, Kecamatan Nongsa, Batam mendadak lumpuh pasca limbak minyak hitam cemari kawasan pantai daerah tersebut.

Limbah minyak hitam tersebut telah mencamari kawasan pantai di Wilayah Kampung Melayu, Kawasan Nongsa sejak, Rabu (03/05) kemarin.

Hingga Ahad (07/05), sisa limbah itu masih terlihat jelas meski upaya pembersihan terus dilakukan. Tiang-tiang restoran sekitar menghitam, kilauan minyak tampak jelas di permukaan air, serta masih melekat di beberapa bibir pantai jadi ratapan para warga.

Lumpuhnya Pariwisata

Riuh wisatawan pun kini tak lagi terdengar di pantai itu. Biasanya ratusan wisatawan menghabiskan waktu luang di pantai tersebut sembari menikmati keindahan alam sekitar dikala libur akhir pekan.

Ada yang datang untuk rekreasi dan berenang, dan ada pula pengunjung yang datang hanya untuk menikmati makanan laut di restoran seafood sekitar Kampung Melayu.

“Boleh dikatakan tutup. Belum ada tamu-tamu sejak kemarin,” kata Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Nongsa, Khairul Bahri.

Limbah yang hingga kini belum jelas asalnya itu, benar-benar menjadi mimpi buruk bagi warga sekitar. Selain sulit untuk dibersihkan, limbah itu memiliki aroma menyengat dan terasa panas jika terkena kulit.

Kendati demikian, warga sekitar dan sejumlah petugas dari pemerintah setempat maupun kepolisian harus terus bekerja membersihkan limbah itu meski dengan alat seadanya.

“Kira-kira sudah yang hanyut 90 persen hilang. Tapi yang menempel itu masih lumayan banyak. Kami pakai cara tradisional gunakan pasir dan sikat,” kata Khairul.

Baca juga: Lagi, Warga Batam Temukan Limbah Hitam Dalam Karung di Pesisir Pantai Melayu

Pendapatan Nelayan Turun

Selain sektor pariwisata, limbah itu juga menjadi momok bagi para nelayan yang terpaksa melaut demi memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Beberapa nelayan harus melewati perairan yang masih tercemar limbah itu untuk melaut mencari ikan.

“Tetap harus turun karena kebutuhan hidup. Nelayan mau turun ke laut kan pasti lewat dulu. Badan kena limbah minyak,” tutur Khairul Bahri.

Hasilnya pun tak seperti hari-hari sebelumnya. Ikan yang didapat kini berkurang drastis akibat ekosistem sekitar turut tercemar karena limbah tersebut.

“Nelayan sangat terganggu. Hasil tangkapan sangat berkurang,” tambahnya.

Hal senada juga diucapkan oleh salah seorang nelayan, Muhammad Idris. Ia mengungkapkan, terdapat ratusan nelayan tradisional di kampung itu. Sebagian besarnya masih sibuk membersihkan sampan dan alat tangkap yang terkena limbah.

“Saya sendiri belum turun ke laut. Bau limbah ini sangat menganggu. Kami harus selesaikan dulu kondisi saat ini,” tutur Idris.

Menurutnya, ikan-ikan yang ada sangat terpengaruh dengan kehadiran limbah tersebut. Mereka yang biasanya menggunakan kelong-kelong tepi pantai, bubu kepiting, dan jaring-jaring tradisional saja tidak bisa mencari ikan ke laut yang lebih jauh atau lepas.

“Kondisinya seperti ini. Tidak akan mungkin dapat banyak,” tambahnya.

Hingga hari ketiga pasca penemuan limbah itu, belum ada bantuan finansial atau kebutuhan sehari-hari yang sampai dari pemerintah setempat.

Kendati demikian, Ketua LPM Nongsa, Khairul Bahri menuturkan warga sekitar saat ini masih berupaya menjalin komunikasi dengan pihak-pihak terkait untuk memberikan bantuan tersebut sesuai kebutuhan.

“Alhamdulillah bantuan finansial belum ada, tapi kita coba komunikasi dengan pihak yang bisa menjembatani,” ujarnya.

Baca juga: Petugas Kumpulkan 10 Drum Limbah Minyak Hitam Cemari Batam