Mantan Kasat Reskrim Tanjungpinang Raih Gelar Doktor saat Jabat Stafsus Kemendagri

Irjen Pol Herry Heryawan (kelima dari kanan) meraih gelar doktornya dalam sidang disertasi di STIK Lemdiklat Polri, Senin 04 Maret 2024. (Foto:Dok/Istimewa)

JAKARTA – Irjen Pol Herry Heryawan yang kini menjabat Staf Khusus (Stafsus) Mendagri Bidang Keamanan dan Hukum meraih gelar doktor dalam sidang disertasi.

Sidang terbuka promosi doktor tersebut berlangsung di Gedung Tri Brata, STIK Lemdiklat Polri, Jakarta, Senin 04 Maret 2024.

Pada sidang itu, Herry Heryawan mengambil judul disertasi ‘Upaya Pemolisian dalam Menghadapi Kompleksitas Persoalan di Papua: Penguatan Pelibatan Sosial dalam Pemerintahan, Pembangunan, dan Perdamaian’.

Sementara penguji sidang disertasi yakni Kabaharkam Polri Komjen Dr Muhammad Fadhil Imran, M.Si, Guru Besar PTIK-STIK Irjen Prof. Dr. Chrysnanda Dwilaksana, M.Si.

Lalu Akademisi sekaligus Anggota DKPP 2022-2027 Prof. J. Kristiadi, Dekan FISIP UI, Prof. Dr. Semiarto Aji Purwanto, M.Si, Guru Besar Unpad, Prof. Muradi, M.Si., M.Sc., Ph.D, Guru Besar STF Driyarkara, Dr. Setyo Wibowo, M.A, dan Dosen UI, Dr. Tony Rudyansyah, M.A.

Di sidang itu, mantan Kasat Reskrim Polres Tanjungpinang ini menguraikan ada lima akar masalah yang menjadikan persoalan di Papua sangat komplek.

Pertama, mengenai permasalahan hak asasi manusia dan tantangan kesejahteraan yang belum terselesaikan, diskriminasi dan marginalisasi, diskursus mengenai status politik dan etno-nasionalisme yang terus berkembang di dalam negeri maupun luar negeri, dan terakhir yakni kehadiran aparatus di Papua yang masih terlalu besar.

Menurut dia, jika dikaitkan dengan tugas Polri maka hal di atas persis sebagaimana yang ditegaskan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, agar Polri mengawal pembangunan di Papua secara proporsional.

“Dengan mengedepankan dialog yang humanis kepada masyarakat, namun tegas terhadap kelompok yang mengganggu keamanan dan ketertiban,” ujar Herry dikuti dari detik.

Lulusan Akpol ’96 ini dalam disertasinya, melakukan penelitian dengan pendekatan kualitatif sebagai metode penelitian. Herry pun berhasil menemukan permasalahan yang ada sekaligus memberikan masukan.

Masukan pertama, penekanan kesetaraan dalam penegakan hukum melalui berbagai aturan internal Polri seperti Perkap, maklumat, maupun Perkaba diakui telah mengubah prilaku anggota kepolisian menjadi lebih humanistik dan dialogis.

Kedua, restorative justice memungkinkan masyarakat OAP untuk mendapatkan keadilan yang lebih komprehensif dengan berbasis pada kepekaan antropologisnya.

“Ini memberikan ruang yang lebih luas untuk mengurai salah satu akar masalah di Papua, yakni diskriminasi dan marginalitas,” ujarnya.

Mantan Dirsidik Densus 88 ini melanjutkan, temuan lain yang juga tak kalah penting adalah berubahnya wajah pelayanan publik di Papua melalui strategi Binmas Noken dan pelayanan kepolisian sehari-hari (daily service).

Dalam paparannya, Herry menjelaskan, Binmas Noken dan daily service berbasis kesetaraan dan akuntabilitas.

Menurutnya memberikan dampak langsung pada penghentian diskriminasi oleh kepolisian kepada OAP, serta menghilangkan perbedaan kualitas layanan antara OAP dan non-OAP.

Sementara itu, Kabaharkam Polri Komjen Fadil Imran berpesan kepada Herry dalam nasihat akademiknya, agar selalu memajukan disiplin ilmu yang menjadi titik pijak dalam meraih gelar doktornya, dan mengerjakan beban akademis untuk selalu melakukan pengabdian kepada masyarakat luas.

Menurut Komjen Fadil, polisi ini itu tidak cukup hanya dengan memiliki kemampuan teknis dan leadership. Seorang pemimpin Polri yang paripurna itu harus memiliki background akademis, serta knowledge yang memadai selain kemampuan dan kematangan religius.

“Saya selalu bilang kalau mau menjadi pimpinan Polri yang memiliki daya saing, dia harus memiliki minimal lima yakni memiliki kemampuan teknis, leadership, kematangan religius, kemudian knowledge komunikasi yang baik, dan jaringan sosial yang kuat,” ungkap Komjen Fadil.