Melihat Dekat Ibu-Ibu Pulau Ngenang Membatik dan Menenun Motif Khas Alam Pesisir

Rumah Tenun Pulau Ngenang
Suhana saat tengah mengerjakan kain tenun pesanan pelanggannya. (Foto: Muhamad Ishlahuddin)

BATAM – Pulau Ngenang semakin dikenal luas oleh masyarakat lokal hingga mancanegara dengan keindahan alam dan kerajinan tangan penduduknya di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau.

Pulau itu sebelumnya diprospek Pemerinmtah Kota (Pemkot) Batam sebagai salah satu daerah wisata. Untuk menuju ke Pulau Ngenang hanya butuh waktu sekitar 20 menit karena berjarak tiga kilometer dari Pelabuhan Telaga Punggur, Batam.

Di pulau itu belasan ibu-ibu perajin batik dan tenun, salah satunya Suhana, perajin tenun. Seperti kebanyakan wanita Melayu di pulau-pulau kecil, Suhana adalah seorang nelayan gemar memancing. Ia juga seringkali menghabiskan waktunya dengan mencari kerang saat air surut, atau mereka menyebutnya “bekarang” .

“Jadi sebenarnya kita masyarakat Melayu tak terpikir awalnya terkait wisata. Tapi setelah Dinas Pariwisata mulai menjadikan Ngenang pulau wisata, kita mulailah buat kerajinan untuk menarik orang yang berkunjung,” kata Suhana kepada ulasan.co, Selasa 26 Desember 2023.

Ia menceritakan, sekitar tahun 2018 akhir, Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kota Batam mulai mengajarkannya dan beberapa wanita di Pulau Ngenang menenun. Menurutnya, butuh waktu berbulan-bulan hingga akhirnya bisa mengerjakan tenunan sendiri.

Awalnya ada 18 orang yang mulai belajar menenun, tapi satu per satu mulai mundur teratur, merasa kesulitan menenun.

Kini setelah bisa menenun, Suhana lebih banyak fokus mengerjakan pesanan kain, di rumah tenun yang dibangun oleh Pemkot Batam 2022 silam. Di sana ada lima alat tenun bukan mesin (ATBM) yang bisa digunakan para perajin. “Alhamdulillah pesanan ada terus,” kata Suhana dengan senyum tipis.

Motif Alam Pesisir

Mereka kini telah membuat beberapa motif kain seperti, bunga setu, burung layang-layang, keris, ikan marlin, hingga daun sirih. Motif-motif itu terinspirasi dari alam pesisir.

Kain-kain yang dibuat perajin dijual dengan harga Rp400 hingga Rp750 ribu per meter, tergantung kerumitan motifnya. Para pengrajin bisa mengantongi hingga Rp2 juta per bulan dari membatik.

“Bersyukur, dari sini anak saya bisa saya sekolahkan di Batam,” kata dia.

Menenun bagi Suhana bukan hanya soal penghasilan, tetapi, soal kepuasan kala kain-kain tenunannya dipakai orang besar. Menjadi kebanggan tersendiri baginya.

Pengrajin lainnya, Lia (38) mengaku kadang kewalahan jika pesanan menumpuk. Bahkan ia harus bekerja siang dan malam untuk segera meneyelasaikannya.

“Kalau hari-hari besar banyak pesanan. Kita kebutlah biar siang malam biar cepat siap,” kata dia.

Rumah Batik Pulau Ngenang
Mak Ton saat tengah memberi warna di kain batik motif gonggong. (Foto: Muhamad Ishlahuddin)

Kerajinan tenun membuat perempuan lain di Pulau Ngenang terinspirasi. Tak jauh dari rumah tenun, ada juga rumah batik. Tangan-tangan terampil di sana mengerjakan berbagai pesanan orang.

Suminah (56) atau akrab disapa Mak Ton ini dengan sibuk mewarnai motif umang-umang yang dipesan salah seorang guru di pulau itu. Perempuan ini memang tak lihai memancing, tetapi dia suka bekarang.

Sejak ia mulai belajar membatik, waktu lebih banyak dihabiskan di rumah batik. Motif-motif kain khas laut seperti ikan marlin, bunga karang, umang-umang menjadi andalan mereka.

Batik karya para perempuan Ngenang dijual Rp160 per dua meter untuk batik cap dan Rp500 per dua meter untuk batik tulis. “Jadi tambahan buat kebutuhan sehari-hari. Dulu kadang-kadang bikin kue juga,” kata dia.

Baca juga: Stella Stella Vidyasari Wakili Kepri di Miss Universe Indonesia, Bakal Tampil Kenakan Batik Batam

Ikuti Berita Ulasan.co di Google News