Melihat Dekat Masjid Muhammad Cheng Ho di Batam

Masjid Muhammad Cheng Ho
Masjid Muhammad Cheng Ho, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. (Foto: Irvan Fanani)

BATAM – Masjid Muhammad Cheng Ho sudah dikenal dan tersebar di beberapa daerah di Indonesia, tak terkecuali di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Masjid itu menjadi salah satu ikon wisata religi kota tersebut.

Masjid yang terletak di kawasan Golden City, Bengkong, Kota Batam, ini memiliki nuansa khas Cina yang kental, serta merupakan satu dari beberapa masjid besar di Indonesia yang mengabadikan nama Laksamana Cheng Ho sebagai tempat ibadah.

Menyuguhkan perpaduan arsitektur budaya Cina, Timur Tengah (Arab) dan Indonesia, masjid ini telah menjadi landmark Kota Batam yang menarik minat tidak hanya dari wisatawan tetapi juga umat muslim setempat.

Sejarah Masjid Muhammad Cheng Ho Batam

Sejarah Masjid Muhammad Cheng Ho membawa kisah inspiratif tentang toleransi antar umat beragama. Dibangun pada tahun 2015 silam, masjid ini merupakan inisiatif dari seorang pengusaha keturunan Tionghoa di Batam.

“Masjid ini dibangun oleh Bapak Abi, meskipun beliau beragama Khonghucu, tetapi beliau punya rasa toleransi yang tinggi,” ujar salah satu pengurus Masjid Muhammad Cheng Ho, Marwilis, Sabtu 16 Maret 2024.

Ia menjelaskan pemberian nama Masjid Cheng Hoo bukan menandakan bahwa tempat ibadah ini didirikan atau pernah didatangi oleh Laksamana Cheng Ho.

Namun, masji ini dinamai Cheng Ho oleh sang pengusaha karena terinspirasi dari Laksamana Cheng Ho yang merupakan seorang laksamana asal negeri Cina yang berlayar ke Indonesia pada abad ke-15 dengan membawa ajaran Islam. Ia memimpin ekspedisi pelayaran dengan membawa lebih kurang 2.700 anak buahnya.

Laksamana Cheng Ho merupakan seorang muslim tulen dan anak dari Haji Ma Ha Zhi dan ibunya berasal dari marga Oen (Wen) Tiongkok. Ia tercatat pernah singgah di Aceh, Palembang dan beberapa daerah di Pulau Jawa.

“Masjid ini di bangun pada tahun 2015 dan diresmikan oleh Menko Bidang Kemaritiman Dwisuryo Indroyono Soesilo dan Menteri Pariwisata Arief Yahya pada tanggal 21 Februari 2015,” kata Marwilis.

Masjid Muhammad Cheng Ho
Masjid Muhammad Cheng Ho, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. (Foto: Irvan Fanani)

Filosofis Arsitektur Masjid Muhammad Cheng Ho

Bila dilihat secara sepintas, Masjid Muhammad Cheng Ho menyerupai Klenteng (tempat ibadah umat Khonghucu) dengan atap bersusunnya serta warna merah dan kuning yang mendominasi.

Warna merah tampak menghiasi bagian dinding, tiang dan karpet masjid. Warna kuning emas juga menghiasi pilar, ornamen dan beberapa ukiran, hingga beberapa lampion yang terpasang di langit-langit teras masjid ini.

Warna merah melambangkan kehidupan, kebahagiaan, keberanian, dan keberuntungan, sedangkan warna kuning emas melambangkan keagungan, keharmonisan, dan kesucian.

Tak hanya dua warna yang erat dengan klenteng, warna hijau yang identik dengan Islam pun turut menghiasi bagian atap masjid yang memiliki luas bangunan 20×30 meter ini.

“Jadi warna-warna yang menghiasi bangunan masjid ini bukan hanya dekorasi visual semata, tetapi juga mengandung makna spiritual dan filosofis yang mendalam,” ucap Marwilis.

Papan nama masjid ini juga memakai kaligrafi Cina. Kaligrafi Cina atau Hanyu Pin Yin tertulis di papan nama masjid yang berada di dibagian depan agar mudah dilihat orang.

Kaligrafi yang tertulis pada papan nama masjid ini adalah Qing Zen Si Cheng Hoo (Masjid Muhammad Cheng Hoo). Kaligrafi tersebut dibalut dengan warna emas dan hitam sebagai latar belakangnya.

Sementara itu, pada bagian dalam kubah Masjid Muhammad Cheng Ho berbentuk segi delapan yang menggambarkan jaring laba-laba sebagai simbol keselamatan. Keselamatan tersebut adalah keselamatan Rasulullah SAW dengan sahabat-sahabatnya di dalam Goa Tsur saat dikejar kaum kafir Quraisy.

Fasilitas dan Lokasi Strategis

Masjid Muhammad Cheng Ho Batam berlokasi di kawasan Golden City, Kecamatan Bengkong, Kota Batam, Kepulauan Riau.

Menurut Marwilis, masjid ini berada di lokasi yang strategis karena berada di kawasan bisnis. Ia menyebutkan, pengunjung ataupun jemaah Masjid Muhammad Cheng Ho tidak hanya warga setempat, tetapi juga berasal dari daerah Batam Center, Nongsa, bahkan hingga luar negeri seperti Singapura dan Malaysia.

“Saat akhir pekan, jemaah yang salat di sini ramai. Kalau wisatawan mancanegara yang ke sini paling banyak itu dari Malaysia dan Singapura,” ungkapnya.

Berdiri di atas lahan seluas 80×80 meter, masjid ini dapat menampung sebanyak 300 jemaah hingga maksimal 500 jemaah.

“Setiap hari Jumat, kami menyediakan tenda di halaman masjid agar dapat menampung jemaah yang akan melaksanakan ibadah salat Jumat. Di sini juga sudah tersedia mukena untuk para jemaah perempuan,” ujar Marwilis.

Tak hanya itu, terdapat juga aula terbuka yang berada di sebelah kanan bangunan masjid. Aula ini dapat digunakan untuk kegiatan keagamaan lainnya.

Saat bulan Ramadan, masjid ini juga menyediakan takjil bagi para jemaah yang tidak sempat pulang ke rumah.

“Ke depan kita rencana mau lakukan pengembangan disamping, kita mau bangun dua tingkat, sehingga jemaah yang datang semakin merasa nyaman dan semuanya tertampung,” kata Marwilis.

Masjid Muhammad Cheng Ho

Ikon Wisata Religi

Masjid Muhammad Cheng Ho sudah menjadi salah satu ikon wisata religi di Kota Batam. Memiliki keunikan tersendiri bagi para pengunjungnya, masjid ini juga sangat instagramable.

“Banyak pengunjung ataupun jemaah yang datang ke sini baik lokal maupun mancanegara, selain menunaikan ibadah salat di sini, mereka juga menyemptkan diri untuk berswafoto di depan masjid,” ujar Marwilis.

Baca juga: Wapres Ma’ruf Amin Beri Tausiah Ramadan di Masjid Al Uswah Tanjungpinang

Ia melanjutkan, tujuan pembangunan Masjid Muhammad Cheng Ho diantaranya yakni memfasilitasi tempat ibadah umat Islam, menjadikan Batam sebagai kota yang semakin dikenal dan dapat dikenang oleh wisatawan Indonesia maupun mancanegara, serta menjadikan kawasan Bengkong berkesan bagi semua orang.

Salah satu pengunjung, Rike mengaku sering mengunjungi masjid ini. Ia merasa kagum dengan keberadaan masjid Muhammad Cheng Ho.

“Biasa salat di sini, karena ada saudara saya yang berjualan di daerah sini, saya biasanya bantu dia berjualan. Ketika masuk waktu salat, saya pasti singgah ke masjid ini,” ucapnya.

“Arsitektur bangunan masjid berbentuk klenteng, menurut saya ini merupakan wujud agama Islam yang tidak menyusahkan umatnya, bahkan memberi ruang untuk kita bisa berasimilasi. Pembangunan masjid ini juga pasti dilatarbelakangi oleh kebudayaan pendirinya, dan ini merupakan bentuk asimilasi itu tadi,” sambung Rike. (*)

Ikuti Berita Ulasan.co di Google News